Kasus Tiket Palsu Wisata Pangandaran Kian Kabur, AWP DPP Pusat Desak Aparat Tegas dan Kritik Kinerja Inspektorat

Berita Daerah22 Dilihat

Pangandaran – Kasus dugaan pemalsuan tiket retribusi obyek wisata di Kabupaten Pangandaran kembali menjadi sorotan. Aliansi Wartawan Pasundan (AWP) DPP Pusat menilai penanganan kasus tersebut mandek dan tidak transparan, bahkan menyebut kinerja Inspektorat Pangandaran tidak menunjukkan profesionalitas.

Publik menilai kasus yang sempat ramai diberitakan ini kini seolah lenyap tanpa kejelasan. Tidak ada kabar lanjutan mengenai hasil audit, sanksi terhadap pihak terduga pelaku, maupun penjelasan ke mana hasil penjualan tiket palsu tersebut mengalir. Dugaan adanya keterlibatan oknum penting membuat kasus ini dianggap “tajam ke bawah, tumpul ke atas.”

Koordinator Advokat KLBH DPP AWP, Dr. Boaz Herisanto, SH, MH, MA, menjelaskan bahwa kasus pemalsuan tiket masuk wisata dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
“Setiap pihak yang terlibat, baik pembuat maupun pengguna tiket palsu, harus diproses sesuai hukum. Tidak ada alasan untuk menunda,” tegas Boaz.

Boaz juga mendesak agar aparat penegak hukum dan Inspektorat tidak tebang pilih dalam menangani kasus ini. “Kami meminta AWP Pangandaran sebagai pilar pers untuk terus melakukan investigasi dan menuntut transparansi,” ujarnya.

Ketua AWP Pangandaran, Nunung, mengatakan pihaknya telah berusaha mengonfirmasi perkembangan kasus ke Inspektorat Pangandaran. Namun, hasilnya belum memuaskan.
“Kami hanya bisa bertemu dengan Sekretaris Inspektorat, H. Syarif. Ia menyebut proses audit masih berlangsung dan hasilnya belum bisa disampaikan tanpa izin atasan,” ungkap Nunung.

Menurut Nunung, alasan tersebut tidak bisa diterima. “Ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang menjamin hak masyarakat mengetahui informasi. Sikap tertutup ini justru menimbulkan kecurigaan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan,” tegasnya.

AWP menilai lemahnya kinerja Inspektorat menunjukkan ketidakprofesionalan aparatur negara. “Mereka seolah lebih takut pada pimpinan dibanding tanggung jawab di hadapan Tuhan dan hukum,” ujarnya lagi.

Jika dalam waktu dekat tidak ada perkembangan, AWP akan membawa kasus ini ke sidang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Bandung. “Kami akan terus mengawal kasus ini hingga ada putusan hukum yang jelas dan transparan. Publik berhak tahu siapa saja oknum pelaku yang menyebabkan kerugian daerah,” tegas Nunung.

Sekretaris Jenderal DPP AWP, Lucky Iskandar, turut menyoroti kasus ini. Ia mendorong aparat penegak hukum untuk bertindak cepat dan tegas agar tidak menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah dan lembaga hukum.
“Semua media di bawah AWP kami minta ikut mengawal kasus ini. Keterbukaan dan ketegasan sangat penting agar wibawa hukum tetap terjaga,” ujar Lucky.

Lucky juga menambahkan, kasus ini dapat mencoreng citra pariwisata Pangandaran yang menjadi andalan masyarakat. “Jangan sampai skandal seperti ini merusak reputasi Pangandaran dan mengganggu perekonomian warga. Kami ingin semua pihak transparan dan bertanggung jawab,” katanya.

Di akhir pernyataannya, Lucky menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan secara adil. “Kami mendukung komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tidak boleh ada perlakuan istimewa — hukum harus sama bagi semua,” pungkasnya.

(Upi) 2/5 (1)

Nilai Kualitas Konten