oleh

Pers dan Dinamika Berbangsa Kita

Oleh: Putra Renaldy

Kita tak punya pengalaman cara berbangsa sebab sejak zaman kerajaan hingga penjajah Belanda kita diadu domba. Kita selalu perang saudara dan terlibat konflik antar sesama, hingga tahun 1965.

Lahirnya partai politik mengoyak ikatan kebangsaan kita hingga berdarah-darah. Jutaan nyawa melayang menjadi tumbal perang saudara. Pelakunya semua dari politik kepentingan bukan politik kebangsaan.

Bangsa ini bisa rukun dan damai tanpa konflik baru hitungan 30 tahunan be belakang. Di usia 75 tahun kemerdekaan bangsa ini, kita belum bisa menjaga warisan kemerdekaan. Kita justru berubah menjadi penjajah bangsa sendiri. Titisan darah begundal penjajah tak hilang dari prilaku kita.

Di tengah konflik sesama anak bangsa ini, ada sejumlah prajurit pers yang berjuang dengan pena. Mereka menyuarakan kebenaran dan merekat tali kebangsaan. Pers benar-benar berjuang di tengah tekanan dan intimidasi bangsa sendiri. Konflik para pendiri bangsa melebar menjadi konflik massal.

Akhirnya yang menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya ialah anak-anak titisan begundal yang dipelihara Belanda. Ada anak bangsa kita nenek moyangnya menghamba ke penjajah. Mereka menjadi pegawai dan pangreh praja Belanda.

Anak keturunan pejuang kemerdekaan hanya menjadi penonton. Birokrasi dikuasai anak-anak eks begundal, maka wajah kemerdekaan ini serasa penjajahan sesama anak bangsa.

Pers yang diperjuangkan para wartawan senior menjadi katalisator kebuntuan komunikasi massa. Ditengah konflik yang masih berbasis lisan, pers menjadi media komunikasi politik yang efektif.

Media cetak dan radio sebagai alat pers kala itu membuka saluran komunikasi dan alat propaganda. Dari sanalah kesadaran berbangsa mulai tumbuh, setidaknya sesama anak bangsa yang melek intelektual membangun optimisme.

Kehadiran Orde Baru mengakhiri konflik bangsa. Namun kemerdekaan pers justru dirampas sehingga pers yang sebelumnya pejuang, di zaman Orde Baru justru jadi pecundang dan korban pembreidelan. **

Penulis, pengamat sosial kebangsaan No ratings yet.

Nilai Kualitas Konten

Komentar