Perjalanan Ke Baitullah Dalam Catatan Seorang Jurnalis.

Berita Peristiwa148 Dilihat

Oleh : Azkar Badri.
Dewan Redaksi Baraknews.com

Perjalanan ke Tanah Suci kali ini terasa betul nikmatnya. Karena fokus semata untuk beribadah kepada Allah semata. Tidak dibebani tugas ini dan itu. Isteri sayapun tidak merepotkan saya, baik dalam prosesi ibadah maupun belanja jamaknya perempuan punya hoby belanja. Maklum pada tahun 2005 Alhamdulillah bisa melaksanakan haji, sudah ada basis pengalamannya. Alhamdulillah dia sempat mencium Hajar Aswad sendirian dalam kondisi aman. Memang dia termasuk militan, perempuan luar biasa. Tidak termasuk perempuan umumnya.

Memang jarak dari tahun 2005 ke 2025 memakan rentang waktu cukup panjang, 20 tahun. Perubahan disana sini kota Makkah dan seputaran Masjidil Harom, tentu banyak perubahan spektakuler. Tapi patokan dasar menentukan area dimana gerangan. Bisa lebih cepat bila dibandingkan belum sama sekali kesini.

Kilas balik ke belakang, tahun 2005. Waktu itu umur relatif muda, masih bertengger di angka 40 an. Diamanahkan sebagai Ketua Regu yang mengorganisir 20 orang Jema’ah Haji. Jadi target untuk memuaskan diri dalam ibadah sunah, terpinggirkan. Tapi terbersit niat di hati dan terucap dengan do’a. Insyaa Allah pada suatu sa’at saya bisa kembali ke tanah suci. Alhamdulillah, tepat 24 Juni sampai 2 Juli 2025 dipanggil kembali. Subhanallah, do’a dikabulkan oleh Allah SWT.

Ayah dulu semasa mudanya sempat tinggal di Tanah Suci, meskipun tidak terlalu lama. Dia orang gaul kalau istilah anak muda sekarang. Cepat bersosialisasi dan beradaptasi dengan masyarakat. Ceritanya pada saya, sampai juga dia punya teman dekat di Makkah. Bahasa Arab nya cukup fasih. Bahasa Arab pasaran (misalnya Air bahasa Arabnya Moya. Kalau bahasa dalam literatur, nahwu dan Sharaf. Air Bahasa arabnya Maa) ini sebagai contoh.

Bisa diyakini, dia berharap anak cucunya bisa hadir di kota Makkah untuk beribadah kepada Allah SWT di masjidil Harom.

Hal ini didukung dengan nama-nama anaknya dari beraroma Tanah Suci. Saya Azkar sebetulnya Askar (oleh guru madrasah ketika masih kecil dirubah menjadi Azkar, Mengingatkan). Abang dikasih nama Saudy, Saud Raja Saudi Arabia. Ada lagi kakak Perempuan dia beri nama Suai, arti slow, pelan-pelan.

Begitu pula saya berharap semoga anak cucu, keluarga dan sahabat bisa hadir di sini untuk beribadah kepada Allah SWT dan menyaksikan kebesaranMu yaa Allah. Insyaa Allah.

Generasi Sudais, Imam Besar Masjidil Harom, sudah jarang terdengar. Sewaktu perjalanan kali ini, Alhamdulilah satu kali pemilik suara yang luar biasa ini mengimami shalat berjama’ah di Masjidil Harom. Itupun suaranya tidak seperti yang pernah mengumandang dan mewarnai sholat berjama’ah sa’at itu. Tentu mungkin faktor usia. Kebanyakan generasi baru, diluar Sudaisme. Wajar saja, saya membandingkan dengan 20 tahun yang lalu.

Di tahun ini, pelaksanaan ibadah umrah bersama travel Jalan Mulia, terasa nyaman dan puas. Pasalnya, Tour Leader (TL) ustadz Fernandi dan Muthowifnya ustadz Miqdat masih cukup muda dan berpengalaman. Dan tidak kalah pentingnya mereka sangat sabar dan telaten. Tidak pernah terlihat diraut mukanya, rasa kelelahan, rasa jenuh dan menanggung beban. Mereka tampaknya rasa ikhlas dan apresiatif dalam pelayanan jama’ah. “Kita disuruh dari kampus terjun ke masyarakat. Agar tahu persis kondisi masyarakat yang sebenarnya”, kata ustadz Miqdat dalam acara yang dikemas oleh para jama’ah, Temu Pisah Kangen suatu malam.

“Jadi masa liburan ini kita pergunakan terjun ke masyarakat. Kalau pulang ke Indonesia, biayanya cukup besar. Maka sasarannya masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri. Jama’ah haji dan umrah adalah masuk dalam target sasarannya”, kata mahasiswa Yaman ini yang berasal dari Riau.

Juga karena jumlah jama’ahnya tidak terlalu gemuk, hanya ada 31 orang. Selain cukup terorganisir juga rasa keakraban dan kohesi sosialnya cepat merekat. Serasa sebuah keluarga besar yang satu tujuan, hanya mencari ridho Allah. Aman-aman saja, tebar senyuman dan tebar canda selalu mewarnai dalam interaksi sosial sesama. Alhamdulillah tidak ada pergesekan atau pertengkaran, perselisihan diantara jama’ah. Padahal mayoritas jama’ah berusia muda. Damai selalu, insyaa Allah tali silaturahmi tetap terjalin sesama. Kata agama, rapatkan terus tali silaturahmi sesama orang baik, orang Sholeh dan Sholehah. Jangan pernah renggang atau terputus sama sekali. Boleh jadi diantaranya akan Mengabsenkan kita di pintu Surga Allah suatu kelak nanti. Aamiin.

Perjalanan kali ini betul-betul terasa ridho Allah. Hotel tempat menginap di up grade dari fasilitas yang disesuaikan harga. Alhamdulillah di Madinah mendapat Hotel Bintang 5 yang dekat dengan Masjid Nabawi. Begitu pula di Makkah diakomodasikan pada Hotel Bintang 4. Juga tidak terlalu jauh dengan Masjidil Harom. Jika sholat jama’ah beriman ke Masjidil Harom. Suara imam masih terakses dalam Mushola Hotel. Artinya masih dalam lingkaran Masjidil Harom.

Komunikasi sehari-hari. Komunikasi pasar, bahasa Indonesia cukup dimengerti banyak orang non Indonesia. Belanjapun bisa pakai rupiah langsung. Tak perlu repot-repot ke money changer, tukar uang. Rupiah bisa langsung bertransaksi.

Bahkan yang menarik, di Kebun Kurma. Pelayan atau Penjaja Barang, semuanya orang Indonesia, ada yang dari Cianjur, ada yang dari Padang dan daerah lain di Indonesia.

Hal ini sempat ditanya pada Ence dari Cianjur, kumaha Ce. Menurutnya, orang Indonesia Sangat Ramah, gampang tegur sapa dan cepat akrab. Komunikasi yang seperti ini saya ingat dengan Teori Komunikasi Harmoko di era orde baru, Komunikasi Sambung Rasa. Agar pesan cepat tersampaikan kepada masyarakat. Istilah Harmoko, Penyampaian Pesan Pembangunan Melalui pintu dan bahasa rakyat (masyarakat).

Kembali kepada sujud pada Allah di dinding Ka’bah. Alhamdulillah durasi waktu yang dapat saya menikmati cukup lama dan cukup puas. Tak ada yang menghalangi atau yang menggangu. Setahan lamanya dan sepuas -puasnya saya. Mohon ampun untuk saya dan untuk orang-orang yang dicintai serta orang lainnya. “Yaa Allah panggilkan keluarga besar saya, teman-teman dan jama’ah masjid saya, agar mereka cepat hadir di sini beribadah kepadaMu serta menyaksikan kebesaranMu yaa Allah”. Itu antara lain do’a tersampaikan ketika sujud kepada Allah di dinding Ka’bah.

Tanpa terasa, waktu pulang ke Indonesia sudah menghitung jam. Thowaf Wada’ prosesinya terus berjalan. Terasa perpisahan yang mendalam, sembari berdo’a di hadapan Ka’bah. “yaa Allah, jangan terlalu lama, hadirkan lagi saya disini bersama keluarga saya. Alfaatihah. Mudah -mudahan diijabahkan oleh Allah SWT. Aamiin. 5/5 (1)

Nilai Kualitas Konten