Laporan: Azkar Badri.
Orang memanggilnya Mang Kadong, baik anak-anak, orang dewasa atau orang tua sekalipun. Laki-laki dan perempuan. Branding Mang Kadong sudah kesohor di seputar tempat tinggalnya, di bilangan Bambu Apus Tangerang Selatan. Meskipun workshop, bengkel kerjanya tanpa plang nama.
Bahkan menurutnya, banyak konsumennya yang berdatangan dari luar Kota Tangerang Selatan. “Banyak juga dari Jakarta, Bogor dan Bekasi” katanya suatu ketika.
Profesi Mang Kadong ini sebetulnya Tukang Jahit. Tapi dia tidak begitu suka dipanggil Tukang Jahit. “Saya bukan Tukang Jahit. Tapi Tukang Membuat Ibu-ibu lebih seksi”, katanya sumringah.
Dalam pandangannya membuat ibu-ibu lebih seksi lebih mulia dari Tukang Jahit. Bagaimana tidak, terkadang lantaran hal sepele ini, si-ibu dalam berpakaian di rumahnya tidak begitu seksi dalam di mata suaminya. “Suaminya menjauh, pulang ke rumah sering sudah larut malam. Suka keluar rumah. Terkesan tidak betah di rumah”, katanya menguraikan panjang.
“Jadi saya orang yang berjasa membuat rukun rumah tangga seseorang”, ujarnya berseloroh.
“Kebanyakan Bapak -Bapak atau para suami senang melihat ibu-ibu seksi. Pakaian ibu-ibu ketat, menggambarkan bentuk tubuh seorang wanita”, kata Mang Kadong agak paham kondisi sosial dalam sudut ini.
Busana yang dipakai ibu-ibu terkadang terkesan kelebihan bahan. Gomberang-gomring, seperti pakaian emak-emak. “Faktornya, beli pakaian jadi di toko atau tubuh ibu sendiri fluktuatif, terkadang gemuk, terkang kurus atau menurun. Pakaiannya tetap konstan”, katanya sedikit memberi pandangan.
Rupanya tugas Mang Kadung, mengecilkan atau mempersempitkan pakaian. Bisa juga sebaliknya, memperbesarkan/ menyesuaikan busana agar bisa dipakai kembali. “Perinsipnya tetap menjaga keseksian pemakai”, katanya sedikit memberikan resep.
“Pokoknya, kita serasikan dengan pemakai busa yang bersangkutan. Ini perinsip kita. Kurang pas kita rombak lagi”, katanya menyelaraskan dengan kepuasan konsumen.
Konsumen Mang Kadong, mayoritas kaum ibu, remaja perempuan, para pelajar SLTA. “Kalau tidak musim liburan, seputaran tempatnya penuh dengan parkiran motor-motor pelajar yang antri”, katanya sambil menunjuk pelataran workshopnya.
“Boleh tanya sama anak-anak pelajar SLTA Kota Tangerang Selatan. Saya berani katakan hampir seluruhnya mereka tahu dengan Mang Kadong”, katanya sedikit promosi.
Tenaga/personilnya bisa bertambah. Tergantung banyak tidaknya konsumen. “Tukang saya yang lain masih pulang ke Tasik. Jika musim anak sekolah masuk. Mereka ini saya panggil lagi”, katanya wanti-wanti jika konsumen membeludak.
Mang Kadong berumur sekitar 50 an tahun sekarang ini, dia didampingi oleh isterinya dalam profesi yang sama, memperbaiki dan merombak busa untuk kaum Hawa. “Isteri saya bukan orang Tasik. Dia orang Jawa. Tapi bisa mengikuti dan memperkuat profesi saya”, katanya bangga.
Dalam profesi ini Mang Kadong terilhami ketika dia berdagang busana muslim di Tanah Abang Jakarta. Kebanyakan para ibu minta Mang Kadong mengecilkan busana yang dibelinya itu pada pria yang suka humor ini. Menurutnya hampir seluruh konsumennya itu minta hal yang sama. “Kecil mengecilkan pakaian agar terlihat lebih pas dengan tubuhnya. Lebih seksilah”, katanya.
Sejak itulah, Mang Kadong mulai menekuni dunia Reparasi Pakaian. Ternyata dunia ini cukup menjanjikan dalam hidupnya. Bisa menolong saudaranya atau orang kampungnya dalam masalah lapangan kerja. Juga dia bisa menghidupkan keluarganya sudah belasan tahun dari profesi yang mungkin dianggap sederhana ini.
Mang Kadong, pernah ingin mengalihkan profesinya ke jalur yang agak berbeda sedikit, ke dunia Bordir. Tapi Sang Khaliq tidak memberikan dia memalingkan profesinya. Begitu dia sudah membelikan Mesin Bordir yang ratusan juta itu, langsung berhadapan dengan Badai Covid 19. Apa hendak dikata, manusia bisa bercita-cita atau berkeinginan terhadap sesuatu. Tapi Allah yang menentukannya.
“Langsung aja Mesin Bordir dan perangkat lainnya, harga 350 juta rupiah saya jual 150 juta”, katanya mengingat masa kelam.
“Iya sudah, saya Istiqomah dalam profesi ini sampai sekarang. Kita sudah diatur rizki oleh Allah SWT. Kita terima saja “, katanya bernuansa agamis.







