Oleh : MS.Tjik.NG
_*Bismillahirrahmanirrahim*_
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional telah menjadi konsensus bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun, berbagai studi dan laporan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengungkapkan bahwa tidak sedikit regulasi dan kebijakan pemerintah justru bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Artikel ini mengkaji secara kritis bagaimana regulasi dan kebijakan tersebut menjadi bentuk penentangan bahkan tantangan terhadap aktualisasi Pancasila.
Tulisan ini juga menyoroti BPIP sebagai lembaga negara yang kini diuji eksistensinya dalam mengawal ideologi bangsa, di tengah kompleksitas hukum dan politik kebijakan nasional.
Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, adalah dasar dan ideologi negara yang seharusnya menjadi roh dalam setiap kebijakan dan regulasi nasional. Ironisnya, hasil kajian BPIP mencatat adanya 210 regulasi dan 10 kebijakan pemerintah yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Angka tersebut mencerminkan bahwa problem ideologis bukan hanya terdapat di tataran retorika, melainkan juga di tingkat implementasi hukum dan pemerintahan.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan kritis: Mengapa regulasi dan kebijakan yang lahir dari lembaga negara justru mengabaikan nilai-nilai ideologis bangsa sendiri? Dan sejauh mana BPIP mampu memainkan peran korektif dan strategis dalam menghadapi situasi ini?
_Regulasi dan Kebijakan Bermasalah: Bentuk Penentangan Terselubung_
BPIP dalam kajian internalnya menyoroti adanya regulasi dan kebijakan yang mengandung unsur:
1.Diskriminasi terhadap kelompok minoritas (agama, gender, etnis).
2.Kesenjangan sosial akibat kebijakan ekonomi yang pro-elit.
3.Intoleransi dalam bentuk pembatasan rumah ibadah dan ekspresi keyakinan.
4.Pengabaian hak rakyat dalam konflik agraria dan lingkungan hidup.
_Beberapa contoh nyata:_
Peraturan Daerah (Perda) berbasis agama yang melanggar prinsip pluralisme (Sila ke-3).
UU Cipta Kerja yang dianggap melanggar prinsip keadilan sosial (Sila ke-5).
Kebijakan penggusuran tanpa dialog dengan warga yang mengancam nilai kemanusiaan (Sila ke-2).
Regulasi seperti ini tidak hanya melanggar norma konstitusi tetapi juga mengikis legitimasi Pancasila sebagai landasan filosofis dan etis dalam kehidupan bernegara.
_Menantang Pancasila: Ketika Negara Tak Netral dalam Ideologi_
Beberapa regulasi bahkan bukan sekadar bertentangan, tetapi menantang aktualisasi Pancasila secara sistematis. Fenomena ini dapat dilihat melalui:
Politik hukum yang memihak pada kepentingan pasar dan korporasi, mengesampingkan aspek sosial dan kerakyatan.
Pembiaran terhadap intoleransi berbasis agama dan budaya oleh aparatur negara.
Privatisasi sektor strategis yang memperlemah semangat gotong royong dan kedaulatan ekonomi rakyat.
-888-
Kondisi ini menjadikan Pancasila bukan lagi living ideology, melainkan slogan seremonial tanpa daya normatif dan koersif dalam sistem pemerintahan.
_BPIP: Batu Ujian dalam Penjagaan Ideologi_
Sebagai lembaga yang dibentuk pasca Reformasi untuk membumikan kembali Pancasila, BPIP menghadapi batu ujian yang sangat serius. Di satu sisi, BPIP diharapkan menjadi garda terdepan dalam penyelarasan kebijakan dan perundang-undangan dengan Pancasila.
Namun di sisi lain, BPIP sendiri tidak memiliki kewenangan legislasi atau yudikatif, sehingga posisinya lebih sebagai “lembaga pengingat moral” ketimbang lembaga pengontrol hukum.
Fungsi BPIP sebagai pembina ideologi negara membutuhkan penguatan secara politik dan struktural. Beberapa langkah strategis yang perlu didorong:
1.Audit regulasi berbasis Pancasila secara berkala dan terbuka.
2.Advokasi kebijakan melalui kemitraan dengan DPR dan kementerian teknis.
3.Pendidikan ideologi Pancasila berbasis praksis, bukan dogma.
4.Mendorong lahirnya RUU Pembinaan Ideologi Pancasila yang lebih progresif.
_Politik Legislasi yang Abai terhadap Ideologi_:
Realitas regulasi yang menyimpang dari Pancasila tidak lepas dari persoalan di hulu. Yakni proses pembuatan Undang-Undang dan kebijakan publik yang seringkali dipengaruhi oleh kekuatan pragmatisme politik dan ekonomi. Ideologi Pancasila kerap dikalahkan oleh pertimbangan teknokratis, kepemimpinan elit dan tekanan pasar global.
_Contoh nyata dapat dilihat pada :_
1- Politik Legislasi yang Abai terhadap Ideologi
Realitas regulasi yang menyimpang dari Pancasila tidak lepas dari persoalan di hulu, yakni proses pembuatan Undang-Undang dan Kebijakan publik yang seringkali dipengaruhi oleh kekuatan pragmatisme politik dan ekonomi. Dalam politik legislasi nasional, Ideologi Pancasila kerap dikalahkan oleh pertimbangan teknoratis, kepentingan elite, dan tekanan pasar global.
_Contoh nyata dapat dilihat pada pada :_
Pengesahan minerba yang dituding lebih berpihak pada pemilik modal besar daripada masyarakat di wilayah tambang.
Revisi UU KPK, yang melemahkan lembaga antikorupsi dan merusak prinsip keadilan dan kerakyatan (Sila ke-4 dan ke-5).
Privatisasi pendidikkan dan kesehatan, yang membuat akses rakyat miskin terhadap layanan dasar semakin terbatas.
Ini menunjukkan bahwa ideologi Pancasila belum menjadi paradigma utama dalam proses legislasi nasional melainkan sekedar jargon normatif dalam pemnukaan naskah regulasi.
2- Krisis Pancasila di Daerah : Perda Intoleran dan kebijakan Lokal
Penerapan otonomi daerah pasca reformasi membuka ruang bagi lahirnya regulasi daerah yang justru mengekspresikan intoleransi dan diskriminasi, seperti :
Perda wajib jilbab bagi semua prempuan di daerah mayoritas muslim, termasuk non muslim.
Perda Syariah di beberapa kabupaten yang mengatur prilaku masyarakat hingga ranah privat.
Fenomrna ini bertentangan dengan asas kebhinekaan dan prinsip keadilan sosial. BPIP mencatat bahwa sebagian dari 210 regulasi bermasalah itu justru lahir dari daerah daerah yang minim edukasi ideologis dan dikungkung oleh konservatisme lokal.
3- Pancasila dan Kekuasaan : Antara Manipulasi dan Pelarian
Pancasila dalam praktek kekuasaan acap kali dimanipulasi untuk justifikasi politik, bukan sebagai pedoman etika. Rezim manapun bisa menvklaim paling Pancasila, tetapi kebijakannya tidak mempresentasikan nilai-nilainya, misalnya :
Pembangunan pisik besar besaran atas nama nasionalisme, namun mengabaikan hak-hak masyarakat terdampak.
Kampanye bela Pancasila, tetapi membungkam kritik publik melalui Undang- Undang ITE
Pembumian Pancasila melalui program simnolik semata, tanpa transformasi struktural .
Dalam konteks ini Pancasila mengalami pelemahan fungsional, karena tidak menjadi kontrol terhadap kekuasaan melainkan hanya atribut legitimasi.
4- Rekomendasi Kebijakan: Menjadikan Pancasila sebagai Filter Hukum.
Untuk mengatasi tantangan-tangangan tsb. Pdnulis menawarkan rekomendasi sebagai berikut ;
a. Pancasila sebagai Norma Konstitusional Aktif.
Menguatkan posisi Pancasila bukan hanya sebagai dasar negara tetapi sebagai norma hukum tertinggi (constitutional norm).
Mendorong Mahkamah Konstitusi untuk menjadikan Pancasila sebagsi tolok ukur utama dalam judicial review.
b. Audit Ideologis Nasional.
Membentuk Dewan Harmonisasi Ideologi dan Regulasi, yang bekerjasama dengan BPIP, Kemenkumham dan DPR.
Audit Ideologis ini menjadi menjadi dasar revisi atau pembatalan regulasi bermasalah.
c. Reformasi Kurikulum Pembinaan Ideologi.
Pendidikan Pancasila tidak cukup hanya disampaikan di Sekolah, tetapi juga dalam pelatihan ASN, TNI, Polri, Pejabat legislatif hingga Kepala Daerah.
Perlu pendekatan kontekstual dan praksis bukan doktriner .
d. RUU Pembinaan Ideologi Pancasila yang berkemajuan .
BPIP perlu mendorong hadirnya RUU yang menegaskan psran dan fungsi strategis dalam pembentukan regulasi, bukan sekedar pelaksana sosialisasi.
_Penutup_
Pancasila sedang diuji oleh bangsanya sendiri oleh karena para pembuat regulasi, pejabat publik, dan elite politik yang mengabaikan nilai-nilainya. Kehadiran 210 regulasi dan 10 kebijakan yang bertentangan dengan Pancssila adalah sintom dari krisis ideologi di level struktural. BPIP sebagai lembaga penjaga dan pengawal Pancasila, tak boleh tinggal dalam zona nyaman simbolik .
Kini saatnya menghadirkan “Pancasila sebagai laku negara, bukan sekedar lagu negara”. Jika tidak, maka kita akan mewariskan kehampaan ideologis kepada generasi mendatang negara ada dasar hilang.
والله اعلم بالصواب
C24072025, Tabik🙏
Referensi
Pernyataan Prof. Yudian Wahyudi ,Kepala BPIP dalam FGD Nasional BPIP 2023
Data Kajian regulasi BPIP-Kemenkumham, 2022.
Laporan Setara Institut tentang Perda Diskriminatif.
Analisis YLBHI atas berbagai kebijakan yang merugikan rakyat.
Wawancara Mahfud MD tentang relasi Pancasila dan Undang Undang bermasalah.