Pakta Pertahanan Islam: Realitas, Tantangan, dan Peluang Pasca OKI terhadap Eskalasi Konflik Arab–Israel

Artikel113 Dilihat

Oleh MS.Tjik.NG

*Bismillahirrahmanirrahim*

Pendahuluan

Pertemuan terakhir Organisasi Kerja Sama Islam atau Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang digelar di tengah meningkatnya eskalasi konflik di Timur Tengah menjadi momentum penting bagi negara-negara anggota untuk merefleksikan efektivitas diplomasi Islam. Serangan Israel yang semakin gencar terhadap Palestina, Suriah, dan Lebanon mendorong kekhawatiran akan keamanan kolektif dunia Islam.

Banyak analis menyebut bahwa solidaritas verbal dan bantuan kemanusiaan sudah tidak cukup. Dibutuhkan sebuah pakta pertahanan kolektif yang mampu menghadirkan efek tangkal nyata, serupa dengan NATO di Barat.

Tulisan ini menganalisis gagasan pembentukan Pakta Pertahanan Islam, miri NATO, mulai dari latar belakang geopolitik, desain kelembagaan, tantangan implementasi, hingga dampak strategisnya terhadap tatanan keamanan global. Dengan pendekatan komparatif terhadap NATO dan studi atas pengalaman aliansi militer sebelumnya, tulisan ini menawarkan pandangan bahwa pakta semacam ini layak diwujudkan secara bertahap dan pragmatis.

Konteks Geopolitik dan Keamanan

Situasi keamanan Timur Tengah dan dunia Islam saat ini diwarnai oleh agresi militer Israel, konflik internal (Yaman, Suriah, Libya), serta intervensi aktor besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Iran.

PBB dan Dewan Keamanan kerap dianggap gagal memberikan perlindungan efektif bagi Palestina. Negara-negara anggota OKI menghadapi dilema: mempertahankan kedaulatan nasional, tetapi juga dituntut menunjukkan solidaritas global terhadap penderitaan sesama umat Muslim.

Dalam konteks ini, seruan untuk membentuk mekanisme pertahanan kolektif Islam bukan sekadar idealisme, melainkan kebutuhan strategis untuk menciptakan efek jera terhadap agresor. Jika satu negara diserang, negara lain dapat membantu secara militer, sebagaimana Pasal 5 NATO.

Sejarah Aliansi Militer Islam

Upaya membangun aliansi militer Islam bukan hal baru. Pada 2015, Arab Saudi membentuk Islamic Military Counter Terrorism Coalition (IMCTC) yang beranggotakan 41 negara dengan fokus memerangi terorisme. Namun, inisiatif ini masih terbatas pada operasi kontra-teror dan belum mencakup jaminan pertahanan kolektif.

Sebelumnya, negara-negara Teluk membentuk Gulf Cooperation Council (GCC) yang memiliki pasukan gabungan “Peninsula Shield Force”.

Meski efektif dalam operasi terbatas, GCC tidak menjangkau negara-negara besar seperti Turki, Pakistan, atau Indonesia. Maka, gagasan Islamic NATO berupaya memperluas kerjasama ini dalam skala global.

Model NATO sebagai Inspirasi

NATO memiliki beberapa komponen penting yang membuatnya efektif:

1.Perjanjian formal (Washington Treaty 1949) yang meratifikasi komitmen kolektif.

2 Pasal 5 yang menyatakan serangan terhadap satu anggota dianggap serangan terhadap semua.

3.Komando militer terpadu yang mengkoordinasi interoperabilitas dan operasi bersama.

4.Pembagian beban biaya yang diatur melalui kontribusi anggota.

Bagi negara-negara Islam, model ini dapat diadopsi dengan modifikasi, misalnya memasukkan aspek hukum Islam terkait jus ad bellum (keabsahan perang) dan jus in bello (etika perang).

Motivasi dan Urgensi

Pembentukan pakta pertahanan akan memberikan:

Efek Deterrence: Mengurangi kemungkinan serangan Israel karena adanya ancaman balasan kolektif.

Peningkatan Kapasitas Militer: Latihan bersama dan standardisasi peralatan meningkatkan kesiapsiagaan.

Posisi Tawar Diplomatik: Negara Islam akan memiliki leverage lebih dalam perundingan internasional.

Stabilitas Regional: Mencegah meluasnya konflik lintas batas yang memicu krisis kemanusiaan.

-888-

Tantangan Implementasi

Beberapa hambatan yang harus dihadapi antara lain:

1.Perbedaan Politik
Rivalitas Saudi–Iran, Turki–Mesir, serta perbedaan mazhab (Sunni–Syiah) berpotensi menghambat konsensus.

2.Kapasitas Militer Timpang
Negara seperti Pakistan dan Turki memiliki kekuatan militer besar, sementara negara Afrika atau Asia Selatan relatif lemah.

3.Pembiayaan
Pembentukan pasukan gabungan, pangkalan militer, dan logistik memerlukan dana besar.

4.Tekanan Global
Barat mungkin melihat Pakta ini sebagai ancaman terhadap status quo dan menekan negara anggota secara ekonomi atau politik.

5.Kepercayaan
Berbagi intelijen sensitif membutuhkan tingkat kepercayaan tinggi yang saat ini belum sepenuhnya terbentuk.

Desain Kelembagaan yang Disarankan

Traktat Kolektif: Piagam resmi yang ditandatangani dan diratifikasi parlemen.

Komando Gabungan: Pusat kendali yang memimpin operasi, dengan rotasi kepemimpinan antar-negara.

Latihan Militer Rutin: Minimal tahunan, untuk memastikan interoperabilitas.

Dana Pertahanan Bersama: Dibiayai proporsional dengan GDP masing-masing anggota.

Sistem Intelijen Kolektif: Dibangun dengan protokol keamanan ketat.

Dampak Geopolitik

Jika pakta ini terwujud, akan terjadi pergeseran kekuatan global:

Israel dan AS kemungkinan memperkuat hubungan militer mereka untuk menjaga keseimbangan.

China dan Rusia mungkin mendukung, melihatnya sebagai cara menantang dominasi Barat.

Eropa akan berhati-hati tetapi mungkin mendukung demi kestabilan energi.

Bagi dunia Islam, ini dapat menjadi momen kebangkitan solidaritas global yang nyata, bukan hanya retorika.

Skenario Masa Depan

Skenario Deskripsi Probabilitas

Koalisi Terbatas Dimulai oleh 4–6 negara kunci (Turki, Pakistan, Arab Saudi, Mesir, Qatar). Pakta Komprehensif Melibatkan mayoritas anggota OKI secara formal.

Aliansi Non-Militer Fokus pada intelijen dan keamanan siber terlebih dahulu. Tinggi
Status Quo Tidak ada langkah berarti, hanya retorika. Sedang

-888-

Rekomendasi

1 Mulai dari Small Group bentuk koalisi awal dengan negara yang siap secara politik dan militer.

2.Standardisasi Doktrin buat dokumen bersama tentang definisi agresi dan aturan keterlibatan.

3.Pengembangan Industri Pertahanan kurangi ketergantungan pada Barat.

4.Diplomasi Preventif komunikasikan tujuan pakta ini kepada PBB dan negara besar agar tidak dilihat sebagai ancaman agresif.

5.Pendekatan Bertahap mulai dari latihan, lalu pasukan gabungan, baru kemudian pasal pertahanan kolektif.

Kesimpulan

Pakta Pertahanan Islam adalah gagasan yang memiliki urgensi strategis pasca pertemuan OKI dan meningkatnya agresi Israel. Namun, implementasinya membutuhkan tahapan, kesepakatan politik yang matang, dan komitmen pembiayaan jangka panjang.

Jika berhasil, ini dapat menjadi instrumen baru yang memperkuat posisi dunia Islam dalam percaturan geopolitik global sekaligus menciptakan keamanan kolektif yang lebih kokoh.

والله اعلم بالصواب

C17092925, Tabik🙏

Daftar Pustaka :

1 . Organisation of Islamic Cooperation. Final Communiqué Extraordinary Islamic Summit, 2025.

2 . North Atlantic Treaty Organization (NATO). Washington Treaty 1949.

3 . FPA. “The Future of the Islamic NATO.” Foreign Policy Analysis, 2023.

4 . Washington Institute. “Middle East NATO: Fiction or Fact?” Policy Analysis, 2024. No ratings yet.

Nilai Kualitas Konten