Estetika Performa dan Self-Brending dalam iklan TokoPedia “waktu indoneisa belanja”: Studi Poststruktural terhadap budaya Diskon

Artikel23 Dilihat

Oleh. : Ismail Bihaqi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka

Dalam era digital yang semakin canggih,iklan sudah bukan sekedar alat untuk menawarkan produk, tetapi sudah menjadi suatu bagian dari proses konstruksi budaya dan identitas. Artikel ini membahas bagaimana kampanye Tokopedia “Waktu Indonesia Belanja” (WIB) yang menampilakan promo-promo serta diskon yang sangat besar dan juga menampilkan visual yang begitu menarik serta simbolik yang mengonstruksi gaya hidup dan identitas dikelas menengah digital. Dengan menggunakan pendekatan poststruktural,artikel ini mengkaji estetika performa dan praktik self-branding dalam iklan tersebut sebagai bagian dari budaya yang menyebarkan pemikiran tentang konsumerisme digital.

Perubahan signifikan pada pola konsumsi di era ekonomi digital mendorong transformasi iklan menjadi bentuk komunikasi yang lebih rumit dan bersifat kultural.Tokopedia menjadi salah satu platform e-commerce terbesar yang ada di Indonesia, yang menghadirkan kampanye “Waktu Indonesia Belanja” (WIB) yang tidak hanya berfokus pada promosi ,tetapi juga menyajikan pertunjukan visual yang dirancang dengan cara yang mampu menarik minat audiens digital, terutama dikalangan generasi milenial dan Gen Z.

Warna-warna yang mencolok,desain grafis yang dinamis,penggunaan influencer yang terkenal (seperti K-Pop dll), serta narasi yang menarik dan cerita yang seru menjadikan iklan WIB sebagai “spektakel” budaya diskon yang sarat dengan nilai emosional,bukan rasional. Tokopedia tidak hanya menawarnak barang,melainkan menjual gaya hidup,kebahagiaan,serta kepanikan kolektif lewat batas waktu flash sale dan countdown yang menegangkan.

Estetika Performa: Iklan sebagai pertunjukan Budaya

Estetika performa dalam konteks ini mengacu pada cara iklan dirancang layaknya pertunjukan penuh warna, memiliki ritme, bergerak dengan cepat dan emosional. Melalui kampanya WIB,Tokopedia menciptakan sebuah dunia visual Dimana kegiatan berbelanja bukan hanya sekedar transaksi, tetapi juga hiburan. Iklan yang ditampilkan sebagai sesuatu yang “dilihat dan dinikmati”, bukan hanya dibaca.

Tokopedia memainkan aspek visual warna hijau cerah yang menjadi ciri khasnya, animasi yang dinamis, perhitungan waktu mundur, serta ajakan ekspresif dari brand ambassadornya. Semua ini menciptakan pengalaman visual yang mampu menarik perhatian. Disinilah estetika tidak hanya berkaitan dengan keindahan, tetapi juga merupakan bagian dari taktik komunikasi yang membentuk makna dan simbolik mengenai “Belanja sebagai gaya hidup”

Self-Branding Tokopedia: Identitas dalam budaya digital
Dizaman digital ini, brand tidak hanya menawarkan barang, tetapi juga “menawarkan identitas”. Tokopedia mem-branding dirinya tidak hanya sebagai platform e-commerce, tetapi sebagai bagian dari kehidupan konsumen. Mereka menggambarkan diri mereka sebagai teman digital, sebuah tempat berbelanja yang menyenangkan,modern dan dekat dengan generasi muda.

Tokopedia menggunakan tagar terkenalnya seperti #WaktuIndonesia Belanja, yang menghubungkan aktivitas belanja dengan identitas bangsa dan momentum nasional. Penggunaan public figure seperti boyband korea atau selebritis local tidak hanya menambah daya Tarik, tetapi juga memperluas pengaruh identitas merk.

Perspektif Poststruktural: Iklan sebagai teks Budaya yang Cair

Dalam membaca iklan Tokopedia (WIB), pendekatan poststruktural memungkinkan kita untuk menyadari bahwa makna yang ada tidak bersifat Tunggal,statis atau netral. Iklan bukan hanya sekedar pengumuman tentang diskon, melainkan merupakan sebuah wacana yang mengandung ideologi konsumerisme,representasi identitas, serta hubungan kekuasaan antara brand dan audiens.

Ismail Bihaqi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka

Dalam konteks ini, gagasan Mohammed Abed AL-Jabiri sangat penting, khususnya dalam pandangannya mengenai nalar bayani dan burhani, serta cara wacana dikonstruksikan dalam rangkaian pengetahuan.Al-Jabiri menyatakan bahwa pengetahuan dan arti ditentukan oleh struktur kekuaasaan dan kondisi sosial budaya, dan bukan berasal dari suatu yang mutlak.
Jika kita menerapkan gagasan ini, maka iklan Tokopedia dapat dipahami sebagai hasil dari “nalar dominan” dalam budaya digital, yang menjadikan konsumsi sebagai pola pikir dan perilaku. Diskon ditampilkan bukan hanya sebagai ukuran ekonomi, tetapi juga sebagai lambang kebahagiaan, kebersamaan dan bahkan semangan nasionalisme digital (melalui frasa “Waktu Indonesia Belanja”).
Dalam konteks ini, estetika visual dan performa selebritias bukan sekedar “hiasan”, melainkan memiliki peran sebagai penanda dalam menciptakan makna. Iklan tidak bersifat netral ia membentuk pandangan sosial mengenai siapa yang dianggap ideal: konsumen yang cepat, muda, dan terhubung dengan dunia digital.
Melalui sudut pandang Poststruktural menurut Al-Jabiri, kita memahami bahwa:
Makna diskon dikonstruksi, bukan diberikan.Iklan menciptakan “subjek” konsumen, bukan hanya menargetkan
Hubungan kekuasaan tesembunyi dibalik estetika hiburan yang Nampak netral\

Iklan WIB berfungsi sebagai tempat Dimana pengaruh budaya beroprasi halus melalui gambar,kata kata dan lambang yang membentuk cara pandang kita terhadap berbelanja,waktu dan harga diri di era digital 5/5 (1)

Nilai Kualitas Konten