Gentong Babi, Dana Siluman, dan Korupsi di Hulu Anggaran Negara: Studi atas Politik Anggaran Indonesia

Artikel29 Dilihat

Oleh MS.Tjik.NG

*Bismillahirrahmanirrahim*

1 – Pendahuluan

Diksi Gentong Babi, dari namanya saja sangat tidak bersahabat, maksudnya ini sebuah wadah untuk menampung hasil jarahan atau kongkalikong dan nego alot bernuansa Siluman, sebagai tempat untuk meletakkan uang haram.

Fenomena korupsi di Indonesia tidak hanya terjadi pada tahap implementasi proyek, tetapi juga pada tahap perencanaan dan penganggaran. Salah satu praktik yang kini menjadi sorotan publik adalah keberadaan “gentong babi” (pork barrel) atau dana siluman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Praktik ini sejatinya bukan rahasia umum lagi. Proyek-proyek titipan sering muncul tiba-tiba dalam dokumen anggaran hasil pembahasan di DPR bersama pemerintah. Proyek tersebut biasanya tidak melalui mekanisme perencanaan dari bawah (bottom-up planning), melainkan hasil negosiasi politik di ruang-ruang tertutup.

Dampaknya, anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat justru tersedot ke program-program transaksional. Skema ini bahkan disebut-sebut melibatkan “fee politik” sekitar 10–15% dari total nilai anggaran yang disahkan.

Bab 2 – Konsep Gentong Babi dan Dana Siluman

2.1. Asal-usul Istilah

Istilah pork barrel berasal dari politik Amerika Serikat pada abad ke-19, ketika anggota parlemen mengalokasikan dana untuk proyek lokal demi mempertahankan basis dukungan politik.

Di Indonesia, praktik serupa disebut “dana aspirasi”, “pokir” (pokok-pokok pikiran DPR), atau secara populer dikenal sebagai dana siluman, karena kerap muncul mendadak dalam dokumen anggaran tanpa perencanaan matang.

2.2. Ciri-ciri Dana Siluman

Tidak ada dalam dokumen awal perencanaan pemerintah.

Muncul dalam pembahasan DPR dan kementerian/lembaga.

Sering bersifat proyek fisik skala kecil-menengah, tapi nilainya besar secara akumulatif.

Menguntungkan segelintir politisi/kelompok, bukan kepentingan publik.

Bab 3 – Politik Anggaran di Indonesia

3.1. Fungsi Budgeting DPR

Konstitusi memberi DPR kewenangan mengesahkan APBN. Kewenangan ini membuka ruang terjadinya tawar-menawar politik.

3.2. Negosiasi Politik dan Ketok Palu

Proses penganggaran sering kali berlangsung alot. Dalam praktiknya, persetujuan anggaran kerap dikaitkan dengan “deal-deal politik” yang berorientasi pada keuntungan kelompok.

3.3. Anggaran sebagai Komoditas Politik

Alih-alih menjadi instrumen kesejahteraan, APBN berubah menjadi “komoditas politik” yang bisa dinegosiasikan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.

Bab 4 – Skema Korupsi di Hulu

4.1. Dari Perencanaan hingga Pencairan

Korupsi di hulu terjadi jauh sebelum proyek berjalan. Proses perencanaan sudah direkayasa agar proyek tertentu bisa masuk daftar.

4.Fee Politik 10–15%

Informasi publik maupun investigasi jurnalis menunjukkan bahwa setiap proyek yang lolos ke APBN sering dikenakan “fee” berkisar 10–15% dari total nilai. Fee ini dibagi ke berbagai pihak, mulai dari oknum DPR hingga pejabat kementerian/lembaga.

3.Legalitas Semu

Praktik ini sulit diberantas karena dilegitimasi oleh mekanisme resmi. Proyek memang tercatat dalam APBN, tetapi proses masuknya penuh transaksi.

5 – Dampak terhadap Pembangunan Nasional

1.Distorsi Prioritas – Proyek yang lolos bukan berdasarkan kebutuhan rakyat, melainkan hasil negosiasi politik.

2 Pemborosan Anggaran APBN membengkak untuk program tidak mendesak.

3.( Kesenjangan Sosial Rakyat tidak merasakan manfaat nyata karena proyek sering bersifat simbolis.

4 Penurunan Kualitas Demokrasi – Publik kehilangan kepercayaan pada DPR dan pemerintah.

6 – Kasus-kasus Dana Siluman

6.1. Dana Aspirasi DPR (2015)

Publik pernah geger ketika DPR mengusulkan dana aspirasi Rp20 miliar per anggota. Usulan ini ditolak masyarakat karena dianggap membuka celah korupsi.

2.Polemik Pokir DPRD

Di banyak daerah, “pokok pikiran” DPRD sering dijadikan pintu masuk proyek titipan yang menguntungkan kelompok tertentu.

6.3. Skandal Anggaran Infrastruktur

Beberapa kasus korupsi besar di Kementerian PUPR dan sektor infrastruktur menunjukkan adanya pola serupa: proyek yang masuk APBN ternyata hasil lobi dan fee politik.

7 – Korupsi Struktural dan Budaya Politik

Fenomena gentong babi menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia bersifat struktural. Bukan hanya oknum, tetapi sistem dan budaya politik yang memungkinkan praktik ini berlangsung.

Korupsi bukan lagi penyimpangan, melainkan bagian dari mekanisme normal dalam politik anggaran. Hal inilah yang membuatnya sulit diberantas.

8 – Perbandingan dengan Negara Lain

AS: Pork barrel masih ada, tapi diawasi ketat dan dipertanggungjawabkan secara publik.

Filipina: Skandal Priority Development Assistance Fund (PDAF) membongkar korupsi besar dana aspirasi.

Indonesia: Sistem kontrol lemah, transparansi minim, sehingga dana siluman berkembang lebih liar.

9 – Perspektif Teoretis

Fenomena dana siluman dapat dianalisis melalui:

Teori Oligarki – anggaran dikuasai segelintir elite politik-ekonomi.

Teori Patronase-Clientelism proyek dijadikan alat patronase untuk membangun loyalitas politik.

Teori Korupsi Struktural sistem politik yang membuka celah rente akan melahirkan korupsi permanen.

10 – Resiko Terhadap Demokrasi

Jika praktik gentong babi dibiarkan, maka:

Demokrasi hanya menjadi formalitas.

Rakyat semakin sinis terhadap pemilu.

Persatuan bangsa terancam karena ketidakadilan anggaran.

11 – Reformasi Sistem Anggaran

Beberapa langkah yang perlu dilakukan:

1.Transparansi Anggaran semua proses penganggaran harus bisa diakses publik secara real time.

2 Penguatan BPK dan KPK lembaga pengawas diberi kewenangan lebih besar di tahap perencanaan.

3.Partisipasi Publik – rakyat dilibatkan dalam perencanaan lewat e-budgeting.

4.Reformasi DPR fungsi budgeting harus bebas dari konflik kepentingan pribadi.

-888-

12 – Pelajaran dari Mosi Integral

Seperti Mohammad Natsir menyatukan bangsa lewat Mosi Integral 1950, persoalan anggaran hari ini juga terkait integrasi nasional. Anggaran yang tidak adil bisa memicu ketidakpuasan daerah.

Mosi Integral memberi pelajaran bahwa persatuan hanya bisa dijaga jika keadilan dan pemerataan menjadi dasar kebijakan negara, termasuk dalam pengelolaan anggaran.

13 – Jalan Perubahan

Perubahan membutuhkan:

Kepemimpinan politik yang berintegritas.

Sistem hukum yang kuat dan independen.

Gerakan masyarakat sipil yang kritis.

Revolusi budaya politik dari patrimonial ke meritokratis.

14 – Kesimpulan

Gentong babi atau dana siluman adalah bentuk korupsi di hulu anggaran yang merusak demokrasi Indonesia. Praktik ini melemahkan pembangunan, menciptakan ketidakadilan, dan menggerogoti kepercayaan publik.

Jika tidak segera direformasi, APBN akan terus menjadi bancakan elite politik, sementara rakyat hanya menerima sisa remah. Demokrasi tanpa keadilan anggaran hanyalah demokrasi semu.

والله اعلم بالصواب

C09092025, Tabik 🙏

Daftar Referensi

Aspinall, E., & Mietzner, M. (2019). Indonesia: Oligarchy, Democracy, and the State. Journal of Democracy.

Kompas. (2023–2024). Laporan investigasi tentang dana aspirasi, pokir DPR, dan anggaran siluman.

Tempo. (2022–2024). Liputan khusus skandal anggaran dan praktik fee politik.

Robison, R., & Hadiz, V. (2004). Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets. Routledge.

Transparency International Indonesia. (2023). Laporan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia.

Freedom House. (2024). Freedom in the World 2024: Indonesia.

Santoso, P. (2018). Korupsi Politik dan Anggaran di Indonesia. UGM Press.

Media online: Tirto, Katadata, CNN Indonesia (2023–2024). Berbagai laporan tentang gentong babi/dana siluman. No ratings yet.

Nilai Kualitas Konten