KH. Abdullah bin Nuh : Ulama, Sastrawan, dan Pejuang Kemerdekaan yang Terlupakan

Artikel62 Dilihat

MS.Tjik.NG

*Bismillahirrahmanirrahim*

Pendahuluan

Dalam catatan sejarah perjuangan Indonesia, nama-nama besar seperti Soekarno, Hatta, atau Tan Malaka kerap disebut sebagai motor utama perjuangan kemerdekaan. Namun, di balik layar, ada peran vital para ulama yang tak kalah penting dalam menggelorakan semangat kebangsaan.

Ulama bukan hanya penggerak spiritual, tetapi juga penggerak sosial, budaya, bahkan politik. Salah satu sosok yang kiprahnya besar tetapi nyaris terpinggirkan dari narasi arus utama sejarah Indonesia adalah KH. Abdullah bin Nuh (1905–1987). Beliau adalah ulama, sastrawan, intelektual, sekaligus pejuang kemerdekaan yang menorehkan pengaruh luas melalui dakwah, pendidikan, dan karya-karyanya.

Tulisan ini berusaha menghidupkan kembali jejak perjuangan KH. Abdullah bin Nuh, sekaligus menegaskan relevansinya bagi bangsa Indonesia hari ini.

Biografi Singkat KH. Abdullah bin Nuh

KH. Abdullah bin Nuh lahir pada tahun 1905 di Cianjur, Jawa Barat. Beliau tumbuh dalam lingkungan religius dengan tradisi keilmuan Islam yang kental. Sejak kecil ia menekuni ilmu agama, bahasa Arab, dan sastra, yang kemudian menjadi bekal besar dalam kiprahnya.

Abdullah bin Nuh melanjutkan pendidikan formal maupun non-formal di berbagai lembaga Islam, memperdalam tafsir, hadits, fiqh, dan tasawuf. Ia juga dikenal menguasai bahasa Arab dengan sangat baik, sehingga kelak mampu menulis dan menerjemahkan berbagai karya yang memperkaya khazanah literasi Islam Indonesia.

Ulama dan Pendidik: Mendirikan Pesantren Al-Ghazali

Salah satu warisan monumental Abdullah bin Nuh adalah Pesantren Al-Ghazali yang didirikannya di Bogor pada tahun 1953. Pesantren ini menjadi pusat pendidikan Islam modern yang menggabungkan tradisi keilmuan klasik dengan wawasan kebangsaan.

Pesantren Al-Ghazali menjadi wadah bagi pengkaderan generasi muda Muslim Indonesia, yang tidak hanya menguasai ilmu agama tetapi juga peka terhadap kondisi sosial dan politik bangsa. Melalui lembaga ini, Abdullah bin Nuh menegaskan peran ulama sebagai benteng moral sekaligus agen perubahan sosial.

-888-

Abdullah bin Nuh sebagai Sastrawan dan Intelektual

Selain dikenal sebagai ulama, Abdullah bin Nuh adalah seorang sastrawan produktif. Ia menulis puisi, syair, esai, dan menerjemahkan karya-karya penting dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Kemampuannya dalam bidang sastra membuatnya sejajar dengan tokoh-tokoh intelektual Muslim lainnya seperti Hamka dan Sutan Takdir Alisjahbana.

Karya-karyanya memperlihatkan bagaimana Abdullah bin Nuh memandang Islam bukan hanya sebagai agama ritual, tetapi juga sumber inspirasi budaya dan peradaban. Dengan pena, ia ikut berjuang menanamkan kesadaran kebangsaan dan spiritualitas Islam di tengah masyarakat.

Kiprah dalam Perjuangan Kemerdekaan

Pada masa pendudukan Jepang dan revolusi kemerdekaan, Abdullah bin Nuh terlibat aktif dalam berbagai gerakan. Ia tidak mengangkat senjata di medan perang, melainkan berjuang melalui pena, pendidikan, dan organisasi.

Abdullah bin Nuh aktif di lingkungan Masyumi, sebuah partai politik Islam terbesar pada masa awal republik.

Melalui forum ini, ia mendorong integrasi nilai Islam dengan cita-cita kebangsaan Indonesia. Ia juga ikut menggerakkan umat agar tetap teguh dalam menghadapi penjajahan dan tidak kehilangan arah dalam transisi menuju kemerdekaan.

Aktivitas Sosial dan Organisasi

Selain di Masyumi, Abdullah bin Nuh aktif dalam berbagai organisasi keislaman dan kebudayaan. Ia menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh besar seperti Mohammad Natsir, Buya Hamka, dan ulama-ulama pesantren lain.

Pergaulannya yang luas memperlihatkan bahwa Abdullah bin Nuh adalah figur intelektual Muslim kosmopolit, yang tetap berakar di Bogor namun berwawasan nasional.

Pesantren sebagai Basis Perjuangan

Pesantren Al-Ghazali bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi juga menjadi basis perjuangan intelektual dan kebudayaan. Di sinilah Abdullah bin Nuh membangun kesadaran generasi muda untuk mencintai agama sekaligus bangsa.

Banyak alumni pesantren ini yang kemudian berkiprah di berbagai bidang: pendidikan, politik, birokrasi, hingga gerakan sosial. Dengan demikian, Abdullah bin Nuh berhasil menjadikan pesantren sebagai pilar peradaban Islam di Indonesia modern.

Warisan Pemikiran dan Intelektual

Gagasan Abdullah bin Nuh terangkum dalam karya tulisnya, baik berupa syair, artikel, maupun terjemahan. Ia menekankan pentingnya integrasi antara ilmu agama, kebudayaan, dan semangat kebangsaan.

Sebagai seorang sastrawan, ia membuktikan bahwa Islam dapat diekspresikan melalui seni dan budaya. Sebagai seorang ulama, ia menunjukkan bahwa dakwah harus membumi dan menyentuh persoalan nyata masyarakat.

-888-

Mengapa Nyaris Terlupakan?

Pertanyaan besar yang muncul adalah: mengapa nama besar Abdullah bin Nuh jarang disebut dalam narasi sejarah nasional?

Ada beberapa faktor:

1.Dominasi narasi politik arus utama yang lebih menonjolkan tokoh nasionalis-sekuler.

2.Kurangnya dokumentasi atas karya dan kiprahnya.

3.Pesantren sebagai basis lokal membuat pengaruhnya lebih terasa di Bogor dan Jawa Barat, tetapi kurang tercatat di level nasional.

Padahal, jasa Abdullah bin Nuh sama besarnya dengan tokoh-tokoh ulama lain yang kini telah diakui sebagai pahlawan nasional.

Relevansi untuk Indonesia Kini

Di tengah krisis moral, korupsi, dan melemahnya identitas bangsa, warisan Abdullah bin Nuh menjadi sangat relevan. Ia menunjukkan bahwa ulama dapat menjadi pendidik, budayawan, sekaligus pejuang.

Bangsa Indonesia membutuhkan teladan seperti Abdullah bin Nuh: sosok yang menyeimbangkan iman, ilmu, dan amal; sosok yang menulis dengan pena, mendidik dengan ikhlas, dan berjuang dengan semangat kebangsaan.

Kesimpulan

KH. Abdullah bin Nuh adalah ulama, sastrawan, dan pejuang kemerdekaan yang kiprahnya nyaris terlupakan. Melalui pesantren, karya tulis, dan keterlibatannya dalam perjuangan, beliau telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia.

Sudah saatnya nama beliau kembali diangkat, bahkan layak dipertimbangkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional. Dengan demikian, generasi muda akan belajar bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hanya hasil perjuangan para politisi dan tentara, tetapi juga buah dari pengorbanan ulama dan intelektual Muslim seperti KH. Abdullah bin Nuh.

والله اعلم بالصواب

C17082025, Tabik🙏

Daftar Referensi :

Noer, Deliar. Partai Islam di Pentas Nasional. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Natsir, Mohammad. Capita Selecta. Jakarta: Bulan Bintang.

Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

Steenbrink, Karel. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES.

Arsip Pesantren Al-Ghazali Bogor.

Beberapa tulisan KH. Abdullah bin Nuh (syair, artikel, terjemahan). No ratings yet.

Nilai Kualitas Konten