Oleh MS.Tjik.NG
*Bismillahirrahmanirrahim*
Abstrak
Kisruh internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) beberapa waktu terakhir kembali menegaskan rapuhnya partai-partai Islam di Indonesia.
Publik menilai, bagaimana mungkin partai yang mengklaim mewakili umat mampu mengurus bangsa, jika mengurus dirinya sendiri saja tidak mampu.
Dalam situasi ini, partai-partai Islam kian kehilangan momentum, terjebak dalam pragmatisme, fragmentasi, dan noda korupsi. Namun, di tengah kekecewaan publik, nama Masyumi kembali muncul sebagai simbol harapan.
Masyumi, meski non-parlementer sejak dekade 1960-an, tetap dikenang sebagai partai Islam paling bersih, konsisten, dan visioner. Artikel ini menganalisis krisis partai Islam kontemporer, menelusuri sejarah dan warisan Masyumi, serta mengeksplorasi prospek kebangkitan Masyumi menuju Pemilu 2029.
-888-
Kata Kunci: Politik Islam, Masyumi, PPP, Partai Islam, Integritas, Pemilu 2029
Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir, partai-partai Islam di Indonesia menghadapi krisis serius. PPP, salah satu partai Islam tertua pasca-reformasi, terus dirundung konflik internal berkepanjangan.
Kasus dualisme kepemimpinan, klaim aklamasi ganda, hingga persoalan hukum elite partainya membuat publik bertanya-tanya: apakah partai ini benar-benar masih mampu memperjuangkan aspirasi umat Islam, atau sekadar terseret dalam arus politik kekuasaan pragmatis?
Lebih jauh, fenomena PPP hanyalah salah satu contoh dari degradasi politik Islam kontemporer. Partai Islam lain, baik yang lahir dari rahim ormas besar maupun yang dibentuk oleh kalangan modernis, nyaris semua tidak lepas dari noda politik uang, oligarki, atau kompromi ideologis. Akibatnya, partai Islam kehilangan daya tarik di mata pemilih muda Muslim.
Namun, dalam keputusasaan tersebut, publik kembali menoleh ke sejarah: Masyumi, partai Islam yang pernah menjadi kekuatan utama dalam politik Indonesia, kini muncul kembali sebagai wacana kebangkitan.
-888-
Krisis Partai Islam Kontemporer:
1 .PPP dan Kisruh Internal
PPP yang lahir sebagai fusi partai-partai Islam pada masa Orde Baru seharusnya menjadi representasi besar umat Islam di parlemen. Namun, perjalanannya penuh dengan konflik.
Kisruh dualisme kepemimpinan pada 2025, misalnya, memperlihatkan bagaimana internal PPP tidak mampu mengelola perbedaan, apalagi memperjuangkan agenda besar umat.
2 Kehilangan Momentum Politik Islam
Jika pada awal reformasi partai Islam masih mampu tampil kuat, kini mereka makin terpinggirkan. Elektabilitas menurun, basis massa tercerai-berai, dan agenda perjuangan lebih sering dikompromikan demi kursi kekuasaan.
3 Korupsi dan Politik Uang
Kasus korupsi yang menjerat kader dari PKB, PPP, bahkan PAN semakin memperburuk citra partai Islam. Padahal, publik berharap partai Islam menjadi benteng moral.
3 Masyumi dalam Sejarah Politik Indonesia:
1 Lahirnya Masyumi
Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) lahir 1945 sebagai wadah besar politik Islam. Partai ini menjadi rumah bagi ormas-ormas besar seperti Muhammadiyah, Persis, dan berbagai kelompok Islam modernis.
2 Peran Politik Awal
Masyumi tidak hanya berperan dalam pemilu pertama 1955—di mana ia menjadi salah satu partai terbesar tetapi juga dalam menjaga keutuhan NKRI. Mosi Integral Natsir adalah contoh nyata komitmen Masyumi terhadap persatuan bangsa.
3 Tokoh-Tokoh Legendaris:
Mohammad Natsir: negarawan dan pemikir Islam.
Sjafruddin Prawiranegara: pemimpin PDRI.
Mohammad Roem: diplomat ulung.
Prawoto Mangkusasmito: pemikir politik Islam.
Mereka bukan sekadar politisi, melainkan teladan moral dan intelektual.
4 Dibubarkannya Masyumi
Pada 1960, Masyumi dibubarkan oleh Soekarno dengan tuduhan terlibat PRRI/Permesta. Namun hingga kini, banyak sejarawan menilai pembubaran itu lebih karena faktor politik ketimbang kesalahan ideologis.
Integritas Politik Masyumi:
1 Bersih dari Korupsi:
Tidak ada catatan besar keterlibatan elite Masyumi dalam praktik korupsi. Hal ini membedakan mereka dari banyak partai lain.
2 Konsistensi Ideologi:
Masyumi tidak pernah tergoda oleh pragmatisme politik. Mereka teguh memperjuangkan Islam sebagai dasar etika politik.
3 Nasionalisme Islami:
Mosi Integral Natsir menjadi bukti bahwa Masyumi adalah partai Islam yang tidak anti-NKRI. Justru, mereka memperjuangkan persatuan bangsa dalam kerangka Islam.
Mengapa Publik Merindukan Masyumi? :
1 Krisis kepercayaan pada partai Islam sekarang.
2.Warisan bersih Masyumi.
3.Keteladanan tokoh-tokohnya.
4.Kemampuan mengintegrasikan Islam dan nasionalisme.
-888-
Jalan Panjang Kebangkitan Masyumi 2029 :
1 Revitalisasi Ideologi
Masyumi Reborn harus menjawab tantangan zaman: korupsi, ketidakadilan ekonomi, degradasi moral, dan krisis global.
.2 Basis Massa
Kalangan muda Muslim terpelajar bisa menjadi fondasi baru. Militansi kader dakwah kampus dapat dihidupkan kembali.
3 Tantangan Elektoral
Politik uang menjadi hambatan terbesar. Namun, diferensiasi citra bersih dapat menjadi daya tarik tersendiri.
4 Persaingan Partai Islam Lain
PKS, PKB, PPP, dan PAN sudah memiliki basis masing-masing, tetapi juga catatan negatif. Masyumi bisa tampil sebagai alternatif baru yang kredibel.
7 Prospek Politik Islam Modern
Globalisasi dan diplomasi Islam.
Ekonomi Islam (industri halal, keuangan syariah).
Politik Islam inklusif dan nasionalis.
Sinergi ulama, intelektual, dan aktivis muda.
Penutup
Kisruh PPP menjadi cermin rapuhnya partai Islam kontemporer. Publik semakin apatis karena melihat partai Islam terseret pragmatisme, konflik, dan korupsi. Namun, dalam keputusasaan itu, nama Masyumi kembali menggema.
Masyumi adalah simbol politik Islam yang bersih, rasional, nasionalis, dan konsisten. Meski dibubarkan pada 1960, warisan moral dan integritasnya tetap hidup. Kini, wacana kebangkitan Masyumi 2029 menjadi momentum penting. Jika serius, Masyumi bisa hadir sebagai harapan baru bagi bangsa Indonesia, bukan hanya bagi umat Islam.
Apakah Masyumi akan benar-benar bangkit? Jawabannya ada pada komitmen umat Islam untuk kembali menghadirkan politik bersih, berintegritas, dan berpijak pada nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
والله اعلم بالصواب
CO2102025, Tabik🙏
Daftar Pustaka
Alfian. (1989). Politik, Islam, dan Masyumi. Jakarta: LP3ES.
Boland, B.J. (1982). The Struggle of Islam in Modern Indonesia. The Hague: Martinus Nijhoff.
Feith, H. (1962). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press.
Kahin, G. McT. (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press.
Natsir, M. (1957). Capita Selecta. Jakarta: Bulan Bintang.
Noer, Deliar. (1987). Partai Islam di Pentas Nasional 1945–1965. Jakarta: Grafiti.
Rifai, Ahmad. (2020). “Revitalisasi Politik Islam: Studi Tentang Masyumi Reborn.” Jurnal Politik Islam, 12(2), 201–230.
Yusril Ihza Mahendra. (2000). Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam. Jakarta: Paramadina.








