Lahirnya Kementerian Haji dan Umroh: Momentum Baru Pengelolaan Ibadah dan Diplomasi Keagamaan

Artikel40 Dilihat

MS.Tjik.NG

*Bismillahirrahmanirrahim*

Pendahuluan

Lahirnya Kementerian Haji dan Umroh pada tahun 2025 menandai babak baru dalam tata kelola pemerintahan Indonesia. Setelah melalui revisi ketiga Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, pemerintah akhirnya mengesahkan pembentukan kementerian baru yang secara khusus menangani urusan haji dan umroh.

Keberadaan lembaga ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan jamaah, tetapi juga memiliki dimensi yang jauh lebih luas, yakni diplomasi keagamaan Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah jamaah haji terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi tawar strategis dalam percaturan dunia Islam. Dengan adanya kementerian khusus, diplomasi ini bisa dikelola lebih profesional dan terstruktur.

Tulisan ini berusaha menguraikan latar belakang, landasan hukum, dinamika sejarah, hingga peluang dan tantangan pembentukan Kementerian Haji dan Umroh, dengan fokus pada dua hal: pengelolaan ibadah dan diplomasi keagamaan.

-888-

Sejarah Penyelenggaraan Haji dan Umroh di Indonesia

Praktik penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia memiliki sejarah panjang yang tidak terlepas dari dinamika politik, ekonomi, dan sosial. Pada masa kolonial Hindia Belanda, jamaah haji harus menempuh perjalanan laut yang penuh risiko.

Pemerintah kolonial menerbitkan Ordonansi Haji 1922 yang bertujuan lebih untuk mengontrol pergerakan umat Islam ketimbang memberikan pelayanan.

Setelah Indonesia merdeka, tanggung jawab pengelolaan haji berada di bawah Kementerian Agama. Seiring meningkatnya jumlah jamaah, birokrasi haji semakin kompleks.

Pada masa Orde Baru, pemerintah membentuk Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang bekerja setiap musim haji. Namun, kritik terkait lambannya birokrasi, dugaan korupsi dana haji, hingga buruknya pelayanan terus muncul.

Memasuki era reformasi, masyarakat menuntut transparansi dan profesionalisme. Kritik ini mendorong perubahan besar yang akhirnya bermuara pada lahirnya Kementerian Haji dan Umroh sebagai jawaban atas kebutuhan manajemen yang lebih fokus, efisien, dan akuntabel.

Landasan Yuridis dan Politik Hukum

Kementerian Haji dan Umroh lahir bukan tanpa dasar. Landasan yuridisnya kuat, antara lain:

1.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh.

2.l Revisi ketiga UU No. 8/2019 pada tahun 2025, yang menjadi dasar resmi pembentukan kementerian baru.

3.l Pasal 17 UUD 1945, yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk membentuk kementerian sesuai kebutuhan.

Dari perspektif politik hukum, pembentukan kementerian ini menunjukkan bahwa negara menempatkan penyelenggaraan haji dan umroh sebagai prioritas strategis nasional. Bukan sekadar ibadah individual, tetapi juga bagian dari diplomasi internasional yang menyangkut citra Indonesia di dunia Islam.

Struktur, Visi, dan Misi

Struktur kelembagaan Kementerian Haji dan Umroh dirancang agar efisien dan modern. Secara umum, struktur tersebut meliputi:

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji

Direktorat Jenderal Umroh dan Wisata Religi

Badan Layanan Umum (BLU) Dana Haji

Unit Inovasi Digital dan Kerjasama Internasional

Visinya adalah mewujudkan pelayanan haji dan umroh yang profesional, transparan, berbasis teknologi digital, dan memperkuat diplomasi keagamaan Indonesia.

Misi utama kementerian ini adalah:

1.Meningkatkan kualitas pelayanan jamaah haji dan umroh.

2.Menjamin perlindungan jamaah dalam aspek kesehatan, keamanan, dan hak-hak sosial.

3.Memodernisasi layanan melalui digitalisasi berbasis big data.

4.Memperkuat posisi diplomasi Indonesia dalam urusan haji dan umroh dengan Arab Saudi dan dunia Islam

Harapan

Ada sejumlah harapan besar dengan berdirinya kementerian ini, antara lain:

1.Peningkatan layanan jamaah dengan sistem satu pintu yang lebih efisien.

2.Perlindungan hak jamaah, terutama terkait kesehatan, keamanan, dan kenyamanan.

3.Efisiensi birokrasi, yang sebelumnya tersebar di banyak unit dalam Kemenag.

4.Penguatan digitalisasi melalui aplikasi terintegrasi, sistem manajemen berbasis AI, dan blockchain untuk transparansi dana haji.

5.Diplomasi keagamaan yang lebih kuat untuk memperjuangkan kuota haji Indonesia

Tantangan

Namun, pembentukan kementerian baru ini juga menghadapi tantangan serius:

1.Koordinasi dengan Arab Saudi, terutama dalam negosiasi kuota dan regulasi haji.

2.Transparansi dana haji, yang rentan disalahgunakan jika tidak diawasi ketat.

3.Kesenjangan akses, terutama bagi jamaah dari daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

4 Kesiapan infrastruktur digital, mengingat belum semua daerah di Indonesia memiliki akses internet memadai.

5.Resistensi birokrasi lama, karena transformasi dari Kemenag ke kementerian baru pasti menimbulkan friksi internal.

-888-

Peluang

Di balik tantangan, terdapat peluang besar yang bisa dimanfaatkan:

1.Diplomasi Spiritual – Indonesia bisa memperkuat perannya sebagai negara muslim terbesar, meningkatkan pengaruh dalam dunia Islam.

2.Ekonomi Syariah – Haji dan umroh bisa dikaitkan dengan penguatan industri halal, wisata religi, dan perbankan syariah.

3 Smart Hajj – Pemanfaatan teknologi digital, AI, IoT, dan blockchain untuk meningkatkan transparansi dan efektivitas layanan.

4 Identitas Nasional Membentuk citra Indonesia sebagai negara Islam modern yang mampu mengelola jamaah terbesar di dunia.

Studi Perbandingan

Pengalaman negara lain bisa menjadi pelajaran berharga:

Malaysia sukses dengan Tabung Haji yang profesional dan efisien.

Turki berhasil mengintegrasikan digitalisasi dalam layanan haji.

Pakistan justru menghadapi masalah serius terkait korupsi dan buruknya manajemen haji.

Indonesia dapat mengambil pelajaran dari keberhasilan dan kegagalan tersebut untuk memperkuat kelembagaanny

Analisis Akademik

Dari perspektif kebijakan publik, pembentukan kementerian ini mencerminkan model specialized governance, yaitu pengelolaan isu besar melalui kementerian khusus.

Dari perspektif hubungan internasional, Kementerian Haji dan Umroh merupakan instrumen diplomasi keagamaan (religious diplomacy) yang dapat memperkuat soft power Indonesia.

Dari perspektif sosiologi, kementerian ini memperkuat hubungan negara-masyarakat dalam dimensi ibadah. Sementara dari perspektif teologi, hal ini mencerminkan keseriusan negara dalam memfasilitasi kewajiban agama umat Islam.

Penutup

Pembentukan Kementerian Haji dan Umroh adalah momentum bersejarah. Ia bukan hanya berfungsi sebagai pengelola ibadah, tetapi juga sebagai instrumen diplomasi keagamaan yang dapat memperkuat posisi Indonesia di dunia Islam.

Jika kementerian ini mampu menjalankan transparansi, inovasi digital, dan diplomasi internasional secara cerdas, maka Indonesia bisa menjadi model global dalam tata kelola haji dan umroh.

والله اعلم بالصواب

C26082025, Tabik 🙏

Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh.

Revisi Ketiga UU No. 8 Tahun 2019 (2025).

UUD 1945 Pasal 17.

Basri, F. (2020). Ekonomi Politik Haji dan Umroh di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.

Karim, A. (2021). Manajemen Haji dan Umroh. Bandung: Alfabeta.

Hasan, Z. (2023). “Digitalisasi Penyelenggaraan Haji dan Umroh: Peluang dan Tantangan.” Jurnal Administrasi Publik, 15(2), 112–130.

Osman, M. (2021). Hajj Management in Malaysia: Lessons for the Muslim World. Kuala Lumpur: IIUM Press.

Kementerian Agama RI. (2022). Laporan Penyelenggaraan Ibadah Haji. J No ratings yet.

Nilai Kualitas Konten