Masyumi Dan Krisis Integritas Parpol: (2)

Artikel382 Dilihat

(Mencari Jalan Terbaik, Politik Bersih di Tengah Korupsi Sistemik)

Oleh MS.Tjik.NG

*Bismillahirrahmanirrahim*

Abstrak

Tulisan ini membahas relevansi historis dan kontemporer Partai Masyumi dalam konteks krisis integritas partai politik di Indonesia. Masyumi, sebagai salah satu partai terbesar pasca kemerdekaan, pernah menjadi simbol politik bersih, demokratis, dan berbasis nilai Islam.

Di era modern, ketika banyak partai politik tersandung kasus korupsi, warisan Masyumi kembali dipertanyakan: apakah mungkin menghadirkan partai Islam yang bersih dan berintegritas di tengah politik uang yang sistemik?

Artikel ini menelaah sejarah, ideologi, tantangan, dan peluang kebangkitan kembali nilai-nilai Masyumi dalam demokrasi Indonesia. Analisis dilakukan dengan pendekatan historis, politik, dan sosiologis, serta menggunakan literatur primer dan sekunder

Pendahuluan

Demokrasi Indonesia pasca Reformasi ditandai dengan kebebasan politik dan munculnya banyak partai politik. Namun, kebebasan ini justru beriringan dengan meningkatnya kasus korupsi yang menjerat kader parpol. Laporan ICW (2023) menunjukkan bahwa sejak 2004, lebih dari separuh partai besar memiliki kader yang terjerat kasus korupsi. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap partai politik terus menurun.

Dalam konteks ini, muncul kembali diskursus tentang Masyumi, partai politik Islam yang dibubarkan pada 1960. Masyumi dipandang sebagai simbol integritas politik di masa lalu, dengan tokoh-tokohnya yang dikenal jujur dan berkomitmen pada moralitas.

Pertanyaannya: apakah nilai-nilai Masyumi masih relevan untuk menjawab krisis integritas parpol hari ini?

-8888

Sejarah dan Peran Politik Masyumi

1 Kelahiran dan Latar Belakang

Masyumi lahir pada 7 November 1945 sebagai wadah politik umat Islam. Partai ini menampung Muhammadiyah, NU, Persis, dan berbagai ormas Islam lainnya.

Tujuan utamanya adalah memperjuangkan aspirasi politik umat Islam dalam bingkai negara Indonesia merdeka.

2.Pencapaian Politik

Dalam Pemilu 1955, Masyumi menjadi partai kedua terbesar dengan 20,9% suara. Masyumi mendukung sistem demokrasi parlementer, mengedepankan supremasi konstitusi, serta menolak otoritarianisme Sukarno.

3.Pembubaran

Presiden Sukarno membubarkan Masyumi pada 1960 dengan alasan keterlibatan sebagian tokoh dalam PRRI/Permesta.

Namun, di luar itu, ada faktor politik karena Masyumi keras menentang Demokrasi Terpimpin dan Nasakom.

Warisan Integritas Politik Masyumi

Warisan Masyumi dapat dilihat dari:

1 Integritas Tokoh Mohammad Natsir, Mohammad Roem, dan Sjafruddin Prawiranegara dikenal hidup sederhana, jauh dari praktik korupsi.

2.Etika Politik Islam – Masyumi berupaya menghadirkan Islam sebagai sumber moral politik, bukan alat kekuasaan.

3.Komitmen Kebangsaan – Meskipun berbasis Islam, Masyumi tetap konsisten dalam kerangka NKRI.

Warisan inilah yang membuat Masyumi dipandang sebagai simbol politik bersih di tengah praktik politik koruptif.

Krisis Integritas Parpol di Era Reformasi

1 Politik Uang dan Biaya Tinggi Demokrasi

Sistem politik Indonesia sangat mahal. Partai butuh dana besar untuk kampanye, sehingga mendorong praktik mahar politik, jual-beli kursi, hingga penyalahgunaan APBN/APBD.

2.Kasus Korupsi Parpol

PDIP, Golkar, Demokrat, PKS, PAN, NasDem – hampir semua pernah kadernya terjerat korupsi besar.

Kasus E-KTP, suap bansos, hingga korupsi infrastruktur melibatkan politisi lintas partai.

3.Krisis Kepercayaan Publik

Survei LSI (2022) menunjukkan hanya sekitar 14% masyarakat yang percaya partai politik bekerja untuk kepentingan rakyat. Angka ini terus menurun, memperlihatkan defisit legitimasi parpol.

Relevansi Masyumi sebagai Jalan Politik Bersih

Di tengah krisis ini, nilai-nilai Masyumi relevan untuk dihidupkan kembali, karena:

1 Narasi Alternatif menghadirkan partai yang menolak politik uang.

2.Basis Religiusitas memanfaatkan demografi Muslim mayoritas untuk membangun partai yang beretika.

3 Legitimasi Historis – Masyumi memiliki warisan tokoh besar yang dihormati.

Namun, tantangan tidak kecil: fragmentasi partai Islam, stigma masa lalu, dan kebutuhan finansial politik yang sangat tinggi.

Peluang Kebangkitan Masyumi Wajah Baru

1.Krisis Parpol Lain membuka ruang bagi partai baru dengan narasi bersih.

2.Generasi Milenial dan Gen Z cenderung religius, kritis, dan anti-korupsi.

3.Era Digital memungkinkan partai baru membangun basis dukungan tanpa biaya kampanye yang sangat besar.

Strategi Politik Bersih ala Masyumi Baru

Penguatan kaderisasi: membentuk politisi yang berintegritas.

Transparansi keuangan partai: audit terbuka.

Digitalisasi politik: mengurangi biaya kampanye konvensional.

Koalisi moral: membangun aliansi dengan ormas Islam dan masyarakat sipil anti-korupsi.

-888-

Diskusi: Masyumi, Islam Politik, dan Masa Depan Demokrasi

Masyumi bukan hanya romantisme sejarah, tetapi juga tawaran solusi moral bagi demokrasi Indonesia yang sedang sakit akibat korupsi.

Namun, revivalisme Masyumi tidak boleh jatuh ke dalam jebakan politik sektarian. Kuncinya ada pada bagaimana menghadirkan wajah Islam inklusif, berintegritas, dan relevan dengan isu kontemporer (ekonomi, pendidikan, keadilan sosial).

Penutup

Krisis integritas partai politik Indonesia membuka ruang bagi kebangkitan wacana politik bersih. Dalam konteks ini, warisan Masyumi masih sangat relevan.

Dengan menghadirkan Islam sebagai etika politik, bukan alat kekuasaan, Masyumi dapat menjadi inspirasi sesuai dengan demokrasi modern.

والله اعلم بالصواب

C21082025, Tabik 🙏

Daftar Pustaka

Boland, B. J. (1971). The Struggle of Islam in Modern Indonesia. The Hague: Martinus Nijhoff.

Feith, Herbert. (1962). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press.

Noer, Deliar. (1987). Partai Islam di Pentas Nasional 1945–1965. Jakarta: Grafiti Press.

Ricklefs, M. C. (2008). A History of Modern Indonesia Since c. 1200. Stanford: Stanford University Press.

Latif, Yudi. (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia.

Laporan ICW. (2023). Tren Penindakan Kasus Korupsi. Jakarta: Indonesia Corruption Watch.

Survei LSI. (2022). Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Politik. Jakarta: LSI.

Anshari, Endang Saifuddin. (1981). Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Jakarta: Gema Insani Press. No ratings yet.

Nilai Kualitas Konten