Oleh MS.Tjik.NG
*Bismillahirrahmanirrahim*
Pendahuluan
Fenomena negara yang runtuh atau nyaris bangkrut telah berulang sepanjang sejarah. Ada negara yang dahulu kaya raya karena sumber daya alam, namun kini terjerembab dalam kemiskinan dan krisis politik. Ada pula negara yang pernah menjadi pusat peradaban dunia, tetapi kini hanya bayangan kejayaannya di masa lalu. Pertanyaan penting muncul: mengapa negara bisa bangkrut?
Kasus Venezuela, Lebanon, Yunani, dan Mongolia menunjukkan bahwa kekayaan sumber daya, sejarah kejayaan, atau posisi geopolitik yang strategis tidak serta-merta menjamin keberlanjutan kesejahteraan.
Di kawasan Asia Tenggara, beberapa negara juga mengalami krisis yang mendekatkan mereka pada kondisi “failed state” atau krisis fiskal serius, misalnya Indonesia pada 1997–1998, Myanmar pasca-kudeta, Laos yang terjebak utang, serta Thailand yang mengalami krisis moneter 1997.
Tulisan ini mencoba membedah pola umum keruntuhan negara melalui studi kasus lintas kawasan. Dengan pendekatan ekonomi politik dan teori institusi, tulisan ini berusaha memberi gambaran tentang faktor struktural yang membuat sebuah negara rapuh, serta pelajaran yang bisa ditarik untuk Indonesia dan ASEAN.
Kerangka Teoritis: Negara, Ekonomi, dan Institusi
Secara teoritis, kebangkrutan negara bisa dipahami melalui beberapa perspektif:
1 Ekonomi Politik Internasional
Negara rentan bangkrut bila terlalu bergantung pada satu komoditas atau sektor tertentu (resource dependency).
Globalisasi keuangan membuat arus modal internasional bisa menciptakan boom dan bust yang tajam.
2 Teori Institusi (Acemoglu & Robinson, 2012)
Negara akan makmur jika memiliki institusi inklusif (rule of law, akuntabilitas, distribusi adil).
Sebaliknya, negara dengan institusi ekstraktif (oligarki, korupsi, militerisme) cenderung rapuh.
3 Geopolitik dan Sanksi Internasional
Posisi negara dalam percaturan global menentukan apakah mereka bisa bertahan atau justru makin tertekan.
4 Faktor Sosial-Politik
Konflik sipil, sektarianisme, atau militerisme membuat negara kehilangan legitimasi domestik.
-888-
Dengan kerangka ini, kita bisa menganalisis empat kasus global dan empat kasus ASEAN.
Studi Kasus Global
1.Venezuela
Masa Jaya: Memiliki cadangan minyak terbesar dunia. Pada 1970–1980-an, standar hidup rakyatnya termasuk tertinggi di Amerika Latin.
Krisis: Hiperinflasi, kelaparan, pengungsian massal.
Penyebab:
Ketergantungan tunggal pada minyak.
Salah urus kebijakan ekonomi populis (Chávez–Maduro).
Korupsi struktural.
Sanksi internasional memperburuk isolasi.
Pelajaran: Negara kaya sumber daya bisa jatuh bila institusinya lemah dan tidak ada diversifikasi ekonomi.
2.Lebanon
Masa Jaya: Disebut Swiss of the Middle East pada 1950–1970, pusat perbankan dan perdagangan.
Krisis: Utang publik tak terkendali, inflasi, kerusuhan, ledakan Beirut 2020.
Penyebab:
Sistem politik sektarian → instabilitas kronis.
Perang sipil panjang (1975–1990).
Korupsi elite politik.
Mata uang jatuh >90% nilai sejak 2019.
Pelajaran: Stabilitas politik & sistem pemerintahan inklusif lebih penting daripada modal awal.
3.Yunani
Masa Jaya: Lahirkan demokrasi, filsafat, seni klasik.
Krisis: 2008–2015, utang menumpuk hingga 180% PDB, bailout IMF & Uni Eropa.
Penyebab:
Utang publik berlebihan.
Belanja sosial tidak seimbang dengan produktivitas.
Struktur ekonomi lemah (bergantung pada pariwisata).
Pelajaran: Negara beradab tinggi pun bisa jatuh bila tidak mengelola fiskal secara hati-hati.
4 Mongolia
Masa Jaya: Kekaisaran Mongol abad ke-13, menguasai Eurasia.
Sekarang: Negara daratan tanpa laut, ekonomi kecil, bergantung pada tambang.
Penyebab:
Posisi geopolitik terjepit (antara Rusia–Cina).
Ekonomi tidak terdiversifikasi.
Warisan kolonialisme Soviet.
Pelajaran: Geografi dan sejarah kejayaan tidak menjamin keberlanjutan ekonomi modern.
Studi Kasus ASEAN
1.Indonesia (1997–1998)
Krisis: Rupiah jatuh dari Rp 2.500 Rp 15.000/USD. Inflasi >70%.
Penyebab:
Utang luar negeri swasta.
Sistem patronase dan korupsi Orde Baru.
IMF masuk dengan syarat berat.
Dampak: Soeharto jatuh, reformasi politik.
2 Myanmar
Masa Jaya: 1950-an disebut rice bowl of Asia.
Krisis: Pasca-kudeta militer 2021 inflasi, eksodus investor, konflik sipil.
Penyebab: Militerisme, sanksi internasional, isolasi politik.
3.Laos
Krisis: Utang luar negeri tinggi, khususnya ke Tiongkok. Mata uang Kip jatuh.
Penyebab:
Proyek infrastruktur dibiayai utang besar.
Ekonomi kecil, bergantung investasi asing.
4.Thailand (1997)
Krisis: Pemicu krisis Asia 1997. Baht dilepas dari dolar AS, anjlok tajam.
Penyebab:
Utang jangka pendek besar.
Bubble properti.
Pelajaran: Kerapuhan finansial bisa menular ke seluruh kawasan.
Analisis Perbandingan: Pola Umum Collapse
1.Ketergantungan pada satu sektor minyak (Venezuela), pariwisata (Yunani), tambang (Mongolia), padi (Myanmar).
2 Korupsi dan salah urus Lebanon, Indonesia Orde Baru.
3 Utang luar negeri berlebihan Laos, Yunani, Lebanon.
4.Konflik politik/sipil Lebanon, Myanmar.
5.Sanksi internasional Venezuela, Myanmar.
6 Institusi lemah → semua kasus menunjukkan absennya rule of law.
Diskusi: Peran Sumber Daya, Institusi, dan Geopolitik
Sumber daya tanpa institusi yang kuat justru jadi kutukan (resource curse).
Institusi menentukan apakah kekayaan dikelola inklusif atau dieksploitasi elite.
Geopolitik bisa memperparah (sanksi, invasi) atau menyelamatkan (bailout, kerjasama regional).
-888-
Implikasi bagi Indonesia & ASEAN
1.Diversifikasi ekonomi jangan hanya bergantung pada SDA atau sektor tunggal.
2.Reformasi institusi perkuat rule of law, transparansi fiskal.
3.Integrasi ASEAN membantu negara rapuh agar tidak jatuh total.
4.Waspada utang luar negeri Laos jadi peringatan nyata.
Kesimpulan
Negara bisa bangkrut bukan semata karena miskin atau kaya sumber daya, tetapi karena kelemahan institusi, salah urus kebijakan, dan tekanan eksternal. Venezuela, Lebanon, Yunani, Mongolia, serta beberapa negara ASEAN menunjukkan bahwa kejayaan masa lalu tidak menjamin masa depan.
Yang menentukan adalah kualitas tata kelola, diversifikasi ekonomi, dan daya tahan institusi politik.
Indonesia dan ASEAN harus belajar dari kasus-kasus tersebut agar tidak mengulang sejarah pahit negara yang runtuh.
والله اعلم بالصواب
C08092025, Tabik 🙏
Daftar Referensi (pilihan)
Acemoglu, D. & Robinson, J. (2012). Why Nations Fail. New York: Crown.
Rodrik, D. (2011). The Globalization Paradox. Oxford University Press.
Stiglitz, J. (2002). Globalization and Its Discontents. New York: W.W. Norton.
IMF. (1998). The Asian Financial Crisis: Causes, Policy Responses, and Outcomes.
World Bank. (2021). Global Economic Prospects. Washington, D.C.
The Economist. (2019). Venezuela’s Economic Collapse.
Al Jazeera. (2020). Lebanon’s Financial Crisis Explained.
Reuters. (2022). Laos Faces Debt Crisis Amid China Projects.
Politico. (2023). Greece and the Eurozone Debt Lessons.
Transparency International. (2022). Corruption Perceptions Index.