Refleksi 6 Hari jelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI_
MS.Tjik.NG
*Bismillahirrahmanirrahim*
Di tengah gegap gempita pembangunan dan gembar-gembor kemajuan, ada kenyataan pahit yang sering luput dari sorotan :
Anak-anak Indonesia masih menjadi korban kekerasan, bahkan dengan tren yang mengkhawatirkan. Data di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, adalah contoh nyata. Tahun 2023 tercatat 35 kasus kekerasan terhadap anak, namun pada 2024 angka itu melonjak tajam menjadi 67 kasus. Lonjakan hampir dua kali lipat ini bukan sekadar statistik, tetapi deretan luka yang menandai hancurnya masa depan.
_Luka yang Tak Sekadar Fisik_
Kekerasan terhadap anak bukan hanya soal memar di tubuh atau luka yang bisa difoto. Ia menorehkan trauma psikologis jangka panjang yang sering kali tidak terlihat. Anak yang menjadi korban kekerasan berisiko tinggi mengalami depresi, gangguan kecemasan, perilaku destruktif, bahkan sulit membangun kepercayaan diri.
Luka ini bisa dibawa hingga dewasa, memengaruhi cara mereka bekerja, membangun keluarga, dan berkontribusi pada masyarakat. Dengan kata lain, kekerasan anak adalah bom waktu sosial yang siap meledak kapan saja.
_Akar Masalah yang Kompleks_
Lonjakan kasus di Rote Ndao menunjukkan bahwa kita sedang menghadapi masalah yang tidak sederhana. Faktor ekonomi, minimnya pengetahuan pengasuhan tanpa kekerasan, budaya yang masih mentolerir kekerasan fisik sebagai bentuk “disiplin”, serta lemahnya sistem perlindungan anak menjadi penyebab utama.
Pelaporan memang semakin meningkat tanda kesadaran publik tumbuh namun jika angka naik drastis tanpa diiringi penurunan kasus riil, ini berarti kekerasan masih terjadi secara masif.
_Ketika Sistem Tidak Siap_
DP3AP2KB setempat mengakui keterbatasan SDM dan fasilitas. Rumah aman bagi korban hampir tidak ada, jumlah konselor sangat sedikit, dan anggaran penanganan terbatas.
Di sisi lain, sinergi lintas sektor masih belum optimal. Akibatnya, korban sering kali kembali ke lingkungan berisiko tinggi karena tidak ada alternatif yang aman. Ini adalah kegagalan sistemik yang harus segera dibenahi.
_Bangsa yang Menyakiti Masa Depannya Sendiri_
Anak-anak adalah modal terbesar bangsa.
Mengabaikan keselamatan mereka sama dengan menggadaikan masa depan. Bagaimana kita bisa bicara bonus demografi jika generasi yang seharusnya menjadi penerus justru tumbuh dalam ketakutan dan trauma? Kekerasan terhadap anak tidak hanya melumpuhkan korban, tetapi juga meruntuhkan sendi-sendi kemajuan bangsa.
Seruan Tindakan Nyata
Pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh adat, lembaga pendidikan, dan media harus bergerak bersama. Edukasi pengasuhan tanpa kekerasan harus menjadi program wajib. Gugus tugas perlindungan anak di desa perlu diperkuat dengan sumber daya memadai. Penegakan hukum harus tegas, tanpa kompromi pada pelaku, siapapun dia. Dan yang terpenting, masyarakat harus berhenti menganggap kekerasan terhadap anak sebagai “urusan keluarga” yang tidak boleh dicampuri.
Kita sedang berada di persimpangan. Jika kekerasan anak terus dibiarkan, kita bukan hanya kehilangan satu atau dua generasi, tapi kita sedang mengukir takdir sebagai bangsa yang gagal melindungi buah hatinya sendiri.
_Penutup_
_Apa Kata Khalil Gibran_
Pada puisinya Gibran yang terkenal tentang “Anak” dalam bukunya The Prophet (1923) yang sering dikutip untuk menggambarkan pandangan filosofis tentang anak. Intinya, Gibran melihat anak sebagai amanah, bukan milik penuh orang tua.
Diantara pesan utamanya:
_”Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu.Mereka adalah putra-putri kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri_
_Mereka datang melalui engkau tetapi bukan dari engkau. Dan meskipun mereka bersamamu namun mereka bukanlah milikmu”_
_Maknanya_
Anak adalah individu dengan takdir, potensi dan kebebasannya sendiri.
Orang tua hanya menjadi jalan, bukan pemilik mutlak.
Tugas kita adalah membimbing bukan memaksa mereka menjadi replika diri kita.
والله اعلم بالصواب
C08082025, Tabik🙏
Refrensi :
1- DP3AP2KB Kabupaten Rote, Laporan Kasus Kekeran terhadap Anak 2023-2025
2- KPAI Data Kekerasan Terhadap Anak 2024, www.kpai.go.id.
3.UNICEF Indonesia, Ending Violence Against Children in Indonesia, Laporan 2024
4.Kementerian PPPA RI, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 202
5.gardaindonesia.id/2025.






