Kabupaten Bima NTB – Warga di Kabupaten Bima adalah mayoritas Islam. Bima, juga dikenal sebagai “Serambi Mekkah” dibagian Timur Indonesia. Tak hanya itu, orang-orang di luar sana masih menyebut bahwa Bima, masih sangat kental dengan nilai-nilai keislamannya.Celakanya,kini pengakuan tersebut seolah telah bergeser. pembantaian sesama saudara pun acapkali terjadi di Bima. Rujukannya, terlihat dari berbagai kasus pembacokan, pembunuhan hingga perkelahian antar kampung lantarasan persoalan sepela.
Tolouwi Vs Laju, menyisakan duka teramat dalam. Satu terluka parah-satu orang meninggal dunia terkena tembakan.Tak hanya itu, sejumlah motor pun dibakar. Kasusnya, bermula dari penjambretan yang dilakukan oleh tiga pelaku yang sudah dibekuk aparat terhadap warga asal Laju di Wane. Namun ketegangan tersebut, kini telah reda karena kesigapan aparat, Jalur islah pun mulai digagas.
Perang saudara yang dipicu oleh oknum remaja di Bima, belum berakhir sampai di situ, Desa Dadibou, Kecamatan Woha-Kabupaten Bima memang tergolong “hebat”. Setelah berminggu-minggu berperang saudara menggunakan senjata tajam, panah dan senjata rakitan dengan Desa Tetangganya bernama Desa Risa, kini Desa Dadibou kembali mengibarkan bendera perang melawan Desa Penapali yang juga tetangganya.
Padahal, Bulan Suci Ramadhan (Puasa) sudah diambang mata (27/5/2017). Yang tak kalah menyedihkan lagi, saling serang diantara dua Desa ini, terjadi pada hari Jum’at (26/5/2017). Padahal seharusnya, pada hari itu Umat Islam harus ramai-ramai ke Masjid menghadap Ilahi Rabby. Konflik dua Desa bertetangga tersebut, bermula pada Kamis malam (25/5/2017).
Pemicunya, hanya karena masalah sepele, warga Desa Penapali menegur beberapa orang remaja agar tidak membesarkan suara kendaraannya yang menggunakan knalpot racing. Yang tegur sempat tak menggubrisnya. Namun tak lama kemudian, yang bersangkutan dengan gerombolannya kembali datang menyerang warga Penapali. Aparat Polres Bima Kabupaten pun harus turun tangan mengamankan situasi pada Kamis malam itu. Alhasil, suasanapun menjadi kondusif. Tak ada korban jiwa, pada Kamis malam tersebut.
Publik menganggap bahwa Kamis malam itu, persoalan itu sudah berakhir. Namun, anggapan sekaligus harapan tersebut, hanyalah mimpi. Buktinya, Jum’at siangnya, perang kembali pecah. Warga di dua Desa, terlihat saling serang menggunakan dengan menggunakan senjata api rakitan, senjata tajam dan bahkan panah. Perang keduanya, terjadi di areal persawahan yang sudah ditimbun oleh pihak Pemkab Bima untuk pembangunan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Suasana yang makin memanas, praktis membuat warga Penapali harus memblokir jalan Negara. Arus lalu lintas menuju Kabupaten Dompu terpaksa harus mengambil jalur lintas Tente tembus pertigaan Godo. Demikian faktanya, dan itu juga diakui oleh Sekretaris Camat Woha, Irfan Dj, SH. “
Seorang warga Penapali ada yang terkena peluru dan harus dilarikan ke RSUD Bima,” jelas Irfan kepada Wartawan, Jum’at (26/5/2017).Irfan kemudian mengungkap data soal pemicu terjadinya konflik atar Desa ini. Yakni, bermula dari suara bising kendaraan roda dua milik beberapa anak muda asal Desa Dadibou. Saat melintasi Desa Penapali, beberapa pemuda asal Desa Dadibou yang saat itu baru saja usai bertanding sepak bola, ditegur oleh warga Desa Penapali agar mengurangi kecepatan dan tidak mengencangkan suara kendaraan karena bertepatan dengan suara adzan Magrib.
Masih menurut informasi dari Irfan, beberapa pengendara motor dengan suara bising tersebut, juga dilempari oleh warga dengan batu. Pengendara sepeda motor asal Desa Dadibou tersebut, sepertinya tidak terima tindakan itu. “Kamis malam, mereka sudah sempat bersitegang. Namun karena tak puas, mereka kembali perang pada Jum’at pagi,” bebernya.
Atas nama Kepala wilayah di Kecamatan Woha, Irfan mengaku telah mengingatkan agar warga di dua Desa itu tak saling serang. Namun, kelompok warga tetap memilih angkat senjata. “Benar-benar masyarakat yang aneh, saat saya menghimbau agar tidak perang, namun justru mereka meminta waktu untuk perang sesaat sebelum memasuki bulan Ramadhan. Ini benar-benar aneh dan tak biasa,” urainya.
Liputan langsung sejumlah wartawan baik cetak maupun elektronik dalam peristiwa memalukan ini melaporkan, hingga berita ini di tulis-perang kedua Desa masih terus berlanjut. Yang tak kalah mirisnya, saling tembak dengan menggunakan senjata rakitan antar warga yang konflik, juga terjadi ketika Adzhan sebagai pertanda Khatib sudah di atas mimbar pada Jum’at itu. Namun, masalah miris ini berhasil dihalau oleh aparat. Akibatnya, tensi ketegangan sempat turun hingga Sholat Jum’at berakhir.Ketengah yang terjadi di antara dua kubu, juga menyisakan fakta sedih lainnya. Masjid yang biasanya penuh untuk kegiatan, (Tim/Abd.Rahim)
Komentar