Oleh MS.Tjik. NG
*Bismillahirrahmanirrahim*
Pendahuluan
Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang memiliki kedudukan sangat istimewa. Ia bukan sekadar perjalanan spiritual menuju Tanah Suci, melainkan juga manifestasi ketaatan, persaudaraan umat, dan simbol kesetaraan di hadapan Allah SWT.
Setiap muslim yang memiliki kemampuan fisik dan finansial tentu mendambakan kesempatan untuk menunaikan haji setidaknya sekali seumur hidup. Namun, kenyataan di Indonesia menghadirkan tantangan besar: antrean haji yang luar biasa panjang, bahkan di beberapa daerah mencapai 48 tahun.
Fenomena antrean ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan juga menyentuh ranah keadilan sosial, tata kelola negara, hingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Pada 2025, Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan bahwa pemerintah bertekad untuk melakukan reformasi sistem haji di Indonesia dengan memangkas antrean ekstrem tersebut. Salah satu gagasannya adalah menyamakan masa tunggu di seluruh daerah menjadi sekitar 26–27 tahun.
Artikel ini mencoba mengurai fenomena antrean haji, akar masalahnya, dinamika kebijakan baru, serta pro-kontra yang menyertainya. Dengan demikian, publik dapat memahami konteks luas dari “reformasi haji” yang tengah dicanangkan pemerintah Indonesia.
Latar Belakang Masalah:
1.Kuota Haji Internasional
Kuota haji dunia ditentukan langsung oleh Pemerintah Arab Saudi, dengan formula 1 kuota per 1000 penduduk muslim di masing-masing negara. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar dunia (lebih dari 230 juta jiwa) setiap tahun menerima kuota terbanyak, yakni sekitar 241.000–270.000 jamaah pada tahun-tahun terakhir. Meski jumlah ini besar, tetap saja tidak mampu mengimbangi jumlah pendaftar haji di tanah air.
2.Sistem Pendaftaran dan Antrean
Pendaftaran haji di Indonesia menganut sistem first come, first served. Siapa yang lebih dahulu mendaftar dan melunasi setoran awal (Rp 25 juta), maka ia lebih cepat mendapatkan nomor porsi. Namun, karena jumlah pendaftar terus melonjak sementara kuota tetap terbatas, antrean di beberapa daerah mencapai puluhan tahun.
3.Ketidakmerataan Masa Tunggu
Salah satu persoalan utama adalah ketimpangan masa tunggu antar daerah. Misalnya:
Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan: masa tunggu 47–48 tahun.
Kota Cimahi, Jawa Barat: masa tunggu 25 tahun.
Beberapa daerah di Kalimantan: 17–20 tahun.
Sebagian wilayah Maluku dan Papua: hanya 12–15 tahun.
Disparitas inilah yang memunculkan kritik tentang ketidakadilan distribusi kuota.
4 Dana Haji dan Kepercayaan Publik
Selain antrean, persoalan lain adalah pengelolaan dana haji. Setiap pendaftar menitipkan setoran awal yang kemudian dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Dengan jumlah pendaftar yang mencapai jutaan orang, dana haji Indonesia kini mencapai lebih dari Rp 150 triliun. Namun, ketika masa tunggu mencapai puluhan tahun, muncul pertanyaan tentang manfaat yang diterima jamaah dari dana besar tersebut.
Realitas Antrean Haji di Indonesia
Fenomena antrean panjang adalah potret ketidakmampuan sistem lama dalam mengatasi ledakan pendaftar. Beberapa data memperlihatkan realitas getir ini:
1 Bantaeng menjadi contoh ekstrem. Seorang calon jamaah yang mendaftar pada 2025 baru berangkat pada sekitar tahun 2073. Artinya, bila ia mendaftar di usia 40 tahun, maka kemungkinan baru berangkat ketika usianya 88 tahun—atau bahkan bisa jadi tidak sempat.
2.Jawa Barat, provinsi dengan jumlah penduduk muslim terbesar, memiliki antrean rata-rata 20–25 tahun. Kota Cimahi, misalnya, mengumumkan masa tunggu 25 tahun.
3.Papua dan Maluku justru sebaliknya. Karena jumlah pendaftar relatif kecil, masa tunggunya hanya belasan tahun.
Ketidakmerataan ini menimbulkan rasa tidak adil. Masyarakat di daerah dengan masa tunggu panjang merasa dirugikan, sementara daerah lain bisa lebih cepat berangkat meski sama-sama warga negara Indonesia.
-888-
Kebijakan Baru Pemerintah
Pada Agustus 2025, Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengumumkan rencana reformasi besar dalam tata kelola haji. Beberapa poin pentingnya:
1.Penyamaan Masa Tunggu
Pemerintah berencana menata ulang kuota sehingga seluruh provinsi dan kabupaten/kota memiliki masa tunggu rata-rata 26–27 tahun. Dengan begitu, tidak ada lagi ekstrem 48 tahun atau hanya 12 tahun.
2.Pembagian Kuota Sesuai UU . Selama ini pembagian kuota dianggap tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Haji. Pemerintah ingin membagi ulang secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk muslim dan pendaftar aktif.
3 Reformasi Tata Kelola Dana Haji : Dengan masa tunggu rata, manfaat pengelolaan dana haji di BPKH bisa lebih merata dinikmati jamaah dari seluruh daerah.
4.Menyebut Adanya Turbulensi Dahnil mengakui reformasi ini tidak mudah. Ada potensi protes dan resistensi, terutama dari daerah yang masa tunggunya akan diperpanjang akibat penyamaan ini.
Argumen Pro dan Kontra:
Argumen Pro
1.Keadilan Distribusi
Daerah dengan antrean sangat panjang (Bantaeng, NTB, Jawa Barat) akan merasa lebih adil karena tidak lagi menunggu hingga hampir setengah abad.
2.Kesetaraan Nilai Manfaat
Dana haji yang dikelola BPKH dapat dirasakan manfaatnya lebih merata jika masa tunggu setara.
3 Mengurangi Disparitas Ekstrem.Tidak ada lagi kesenjangan mencolok antara daerah dengan 48 tahun dan 12 tahun masa tunggu.
4.Momentum Reformasi
Reformasi ini bisa menjadi pintu masuk perbaikan tata kelola haji secara menyeluruh, termasuk penyerapan kuota yang selama ini kurang optimal.
Argumen Kontra:
1 Kerugian Daerah dengan Antrean Pendek
Daerah yang masa tunggunya singkat akan merasa dirugikan karena kuotanya berkurang demi pemerataan.
2.Kekecewaan Jamaah
Calon jamaah yang sudah mendaftar dengan harapan cepat berangkat bisa kecewa jika tiba-tiba masa tunggu mereka diperpanjang.
3.Resistensi Politik
Perubahan membutuhkan revisi regulasi dan persetujuan DPR. Potensi penolakan politik tidak bisa dihindari.
4 Implementasi Teknis Sulit
Transisi ke sistem baru berisiko menimbulkan kebingungan, konflik administratif, sengketa,
Implikasi Sosial, Politik, dan Ekonomi
1.Sosial
Antrean panjang membuat banyak jamaah tidak sempat berangkat karena usia lanjut. Reformasi diharapkan memberi peluang lebih realistis.
Namun, resistensi dari daerah yang “dirugikan” bisa memicu konflik horizontal.
2.Politik
Reformasi ini adalah ujian politik bagi pemerintah. Bila berhasil, bisa meningkatkan kepercayaan publik. Bila gagal, bisa memperburuk krisis kepercayaan.
DPR, ormas Islam, dan media akan menjadi arena perdebatan intens.
3.Ekonomi
Dana haji yang besar akan tetap menjadi sorotan. Reformasi harus memastikan transparansi dan akuntabilitas agar tidak menimbulkan skandal.
Industri travel haji dan umrah juga terdampak karena perubahan sistem bisa menggeser pola keberangkatan jamaah.
Tantangan Implementasi:
1.Regulasi perlu revisi Undang-Undang dan aturan turunan.
2 Koordinasi Daerah setiap provinsi punya dinamika berbeda.
3 Komunikasi Publik perlu sosialisasi intensif agar masyarakat paham dan tidak menolak mentah-mentah.
4 Integritas pengelolaan kuota harus bebas dari praktik jual-beli atau penyalahgunaan.
Prospek dan Rekomendasi
1.Transisi Bertahap
Penyamaan masa tunggu sebaiknya dilakukan bertahap, bukan sekaligus. Dengan begitu, tidak ada pihak yang merasa kehilangan secara drastis.
2 Optimalisasi Kuota
Pastikan semua kuota terserap tiap tahun. Kuota tidak boleh terbuang karena alasan teknis.
3.Skema Prioritas
Berikan prioritas bagi lansia dan jamaah dengan kondisi khusus agar tetap bisa berangkat tanpa harus menunggu puluhan tahun.
4.Transparansi Dana Haji
Publikasi rutin tentang pengelolaan dana haji agar masyarakat percaya bahwa uang mereka benar-benar bermanfaat.
5 Digitalisasi Sistem
Gunakan teknologi informasi untuk memastikan pendaftaran, antrean, dan distribusi kuota transparan dan bisa dipantau publik.
Penutup
Reformasi haji adalah langkah besar yang tidak hanya menyangkut teknis perjalanan ibadah, tetapi juga menyentuh ranah keadilan, kepercayaan, dan legitimasi negara.
Antrean hingga 48 tahun jelas tidak adil dan tidak realistis bagi mayoritas jamaah. Dengan penyamaan masa tunggu sekitar 26–27 tahun, pemerintah berusaha menghadirkan keadilan baru, meski konsekuensinya adalah adanya pihak yang merasa dirugikan.
Keberhasilan reformasi ini akan sangat ditentukan oleh sejauh mana pemerintah mampu menjalankannya secara transparan, akuntabel, dan komunikatif. Pada akhirnya, tujuan utama adalah agar ibadah haji tetap menjadi pengalaman spiritual yang agung, tanpa dibebani ketidakadilan sistem yang berlarut-larut.
والله اعلم بالصواب
C02102025,Tabik🙏
Daftar Pustaka
Detik.com. (2025). Sistem Antrean Haji di RI Dirombak, Masa Tunggu Tak Ada Lagi yang Capai 48 Tahun.
Sumutpos.jawapos.com. (2025). Pemerintah Siapkan Sistem Baru untuk Kuota Haji.
Himpuh.or.id. (2025). Kurangi Masa Antrean Haji, Pemerintah Siapkan Skema Baru Kuota Nasional.
Amphuri.org. (2025). Demi Keadilan, Kementerian Haji Samakan Antrean Haji untuk Semua Daerah.
Fraksi.pks.id. (2025). Kritisi Kuota Haji yang Tak Terserap, HNW Dorong Optimalisasi.
Haji.kemenag.go.id. (2025). Masa Tunggu Haji Rata-Rata 20 Tahun, Minat Tetap Tinggi.
Rubicnews.com. (2025). Kementerian Haji Akan Rombak Sistem Antrean di Indonesia








