Kontroversi Ijazah dan Tuntutan Mundur Wapres Gibran Rakabuming Raka

Artikel108 Dilihat

Oleh MS.Tjik.NG

*Bismillahirrahmnirrahim*

1.Pendahuluan

Pemilihan umum dan pengisian jabatan publik di Indonesia kerap diwarnai isu integritas, kualifikasi, dan legitimasi pejabat yang terpilih.

Baru-baru ini, publik ramai membahas keabsahan ijazah pendidikan menengah atau setara, terutama di kalangan Wapres Gibran Rakabuming Raka.

Isu-isu semacam ini penting karena terkait dengan kepercayaan publik terhadap pejabat negara, kepastian hukum, dan standar administrasi negara.

Artikel ini mencoba mengkaji secara komprehensif isu tersebut dari aspek hukum, pendidikan, politik; memahami fakta yang ada; serta memberikan rekomendasi agar masalah semacam ini dapat dihindari di masa depan.

2.Latar Belakang Kasus

Isu mulai ramai setelah muncul keraguan terhadap ijazah pendidikan menengah (SMA / sederajat) milik Gibran. Beberapa pihak mengklaim bahwa dokumen pendidikan menengahnya tidak jelas statusnya — apakah memang formal di Indonesia, atau setara melalui mekanisme luar negeri.

Ada dugaan bahwa data pendidikan yang dipublikasikan berubah atau berbeda dalam berbagai dokumen publik.

Sejumlah tokoh dan advokat mengajukan gugatan perdata agar jabatan Wapres dianggap tidak sah jika terbukti dokumen pendidikannya tidak memenuhi ketentuan minimal yang ditetapkan.

Selain itu, publik juga menyoroti peran Kementerian, KPU, dan lembaga pemerintah lain dalam verifikasi, penyetaraan ijazah, dan pengumuman dokumen pencalonan.

3.Kerangka Hukum Terkait Syarat Pendidikan Capres/Wapres

a. Undang-Undang Pemilu No. 7 Tahun 2017

Pasal 169 UU Pemilu mengatur syarat calon Presiden dan Wakil Presiden, termasuk syarat pendidikan minimal: tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.

b. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XXIII/2025

MK menolak permohonan uji materi dari pihak yang berkeinginan agar syarat pendidikan minimal calon presiden dan wakil presiden dinaikkan menjadi minimal S1.

MK menyatakan bahwa ketentuan pendidikan minimal SMA/sederajat dalam UU Pemilu adalah konstitusional, dan bahwa perubahan ke syarat yang lebih tinggi adalah domain legislasi, bukan Yudikatif.

c. Regulasi Penyetaraan Ijazah Luar Negeri dan Pendidikan Tinggi

Kementerian Pendidikan / Kementerian Agama memiliki regulasi dan prosedur untuk penyetaraan ijazah luar negeri, agar ijazah dari luar negeri diakui di dalam negeri (baik untuk pendidikan maupun pekerjaan).

Salah satu mekanisme: layanan penyetaraan ijazah luar negeri secara daring melalui sistem yang disediakan Kemdikbud (atau lembaga terkait).

4.Praktik Penyetaraan Ijazah: Regulasi dan Mekanisme

a. Pengertian dan Dasar Hukum

Penyetaraan ijazah luar negeri adalah proses penilaian apakah ijazah luar negeri dapat dianggap setara dengan ijazah pendidikan di Indonesia berdasarkan standar yang berlaku, seperti kurikulum, kredit/sks, pengakuan lembaga pendidikan, silabus, dan konten pembelajaran.

Dasar hukum misalnya regulasi di Kementerian Pendidikan / Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan regulasi di Kementerian Agama untuk pendidikan keagamaan. Contoh: regulasi Kemdikbud mengenai penyetaraan ijazah luar negeri.

b. Mekanisme: Proses, Verifikasi, dan Penerbitan Surat Keputusan (SK)

Pengajuan penyetaraan melalui sistem online: mengisi data, mengunggah dokumen-pendukung seperti ijazah, transkrip, silabus, dokumen legalisasi, mungkin dokumen imigrasi, dan sebagainya.

Verifikasi keaslian dokumen, validitas institusi penyelenggara pendidikan luar negeri, pengakuan (recognition) oleh negara bersangkutan.

Bila memenuhi persyaratan, dikeluarkan SK penyetaraan yang menyebutkan bahwa ijazah luar negeri tersebut setara dengan ijazah dalam negeri (pada jenjang pendidikan tertentu).

c. Kendala dan Tantangan

Perbedaan kurikulum, jumlah SKS / bahan ajar, standar akreditasi antar negara dan antar institusi luar negeri seringkali berbeda, sehingga evaluasi penyetaraan bisa sangat kompleks.

Keterbatasan dokumen pendukung (silabus, transkrip, legalisasi, pengakuan) kadang menjadi hambatan.

Ada juga aspek administratif: kecepatan proses, transparansi, dan publikasi dokumen SK penyetaraan.

5 Bukti, Klaim, dan Keberatan dalam Kasus Gibran

a. Klaim & Keberatan Utama

Ada klaim bahwa ijazah SMA / sederajat milik Gibran tidak jelas status formalnya, terutama karena beberapa data publik menyebut dia menempuh pendidikan menengah di luar negeri dan ada jalur penyetaraan.

Keraguan muncul karena laporan bahwa data pendidikan Gibran berubah dalam beberapa dokumen atau publikasi.

Ada pula tuduhan bahwa KPU atau pemerintah “menyembunyikan” dokumen pencalonan, termasuk ijazah, dengan menjadikannya dokumen yang “dikecualikan dari akses publik”.

b. Bukti yang Sudah Dipublikasikan

Gibran pernah menunjukkan ijazah asli S1 dari University of Bradford dan surat keputusan dari Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengenai hasil penilaian kesetaraan ijazah luar negeri atas namanya.

Dokumen-penyedaraan yang dikeluarkan (SK) tampaknya sudah ada menurut pernyataan Gibran, untuk gelar S1 yang diperoleh di luar negeri.

c. Kekurangan / Kesulitan Verifikasi

Meskipun ada dokumen-publik, belum ada salinan publik lengkap yang menunjukkan secara transparan seluruh bukti pendukung, termasuk rapor/tanda lulus sekolah menengahnya, silabus sekolah menengah luar negeri, atau dokumen “setara SMA” yang diakui secara resmi.

Keraguan muncul jika surat setara (jika ada) adalah administratif bukan berbentuk SK formal atau Keputusan Menteri. Butuh bukti bahwa penyetaraan tersebut sesuai regulasi yang berlaku di tingkat SM/SMA atau setara.

Publik dan penggugat menuntut agar Dokumen-pendukung seperti ijazah sekolah menengah (atau surat tamat) ditampilkan atau diverifikasi agar transparansi.

6.Respons Pemerintah dan Pihak Terkait

Gibran sendiri pernah membawakan dokumen asli dari ijazah S1 dan surat keputusan penyetaraan ke media agar perdebatan tidak terus-berlanjut.

KPU menyatakan bahwa dokumen pencalonan (termasuk ijazah) adalah dokumen persyaratan calon dan ada ketentuan mengenai dokumen yang “dikecualikan” dari akses publik.

Pemerintah / Kementerian terkait melalui regulasi penyetaraan ijazah luar negeri tetap menyelenggarakan mekanisme online dan reguler yang memungkinkan proses verifikasi dan penyetaraan.

-888-

7.Analisis Politik & Publik

Isu ijazah menyentuh aspek moral dan kepercayaan publik terhadap pemimpin. Bila ada persepsi bahwa pejabat publik tidak jujur atau menyembunyikan sesuatu, dapat merusak kredibilitas dan kepercayaan lembaga.

Tuntutan mundur atau intervensi publik atas dasar legalitas dokumen pendidikan menjadi senjata politik, terutama di era media sosial, di mana opini cepat tersebar dan bisa membentuk narasi sebelum fakta hukum lengkap diketahui.

Isu ini juga menjadi simbol ketidaksetaraan: banyak warga biasa yang diharuskan menunjukkan dokumen lengkap dan valid, sementara pejabat publik yang dituduh bisa jadi dianggap “kebal kritik” jika tidak ada langkah transparent.

8.Implikasi Jika Terbukti Ada Kekeliruan atau Pelanggaran

Secara hukum: jika ditemukan bahwa syarat pendidikan tidak benar, maka ada kemungkinan gugatan perdata atau administrasi yang menyatakan bahwa pencalonan tidak sah, atau bahkan jabatan dinyatakan batal demi hukum (tapi ini bergantung pada putusan pengadilan).

Secara politis: pejabat dapat kehilangan kepercayaan publik, dukungan politik menurun, potensi pemakzulan, impeachement, atau tekanan agar mundur.

Secara administratif: akan ada kebutuhan revisi prosedur verifikasi calon pejabat, transparansi dokumen pencalonan, standar pendidikan yang lebih jelas, dan mungkin regulasi baru untuk mencegah penyalahgunaan dokumen.

Dampak ke sistem pendidikan: publik akan mengharapkan kualitas penyetaraan ijazah yang lebih baik, pengakuan lembaga luar negeri yang lebih ketat, dan praktik pendidikan luar negeri yang lebih dipertanggung-jawabkan.

-888-

9.Rekomendasi dan Langkah ke Depan

1 Publikasi transparan dokumen pendidikan

Calon pejabat publik seharusnya mengunggah atau menyediakan salinan dokumen pendidikan mereka (ijazah sekolah menengah, penyetaraan, atau pengakuan) sebagai bagian dari persyaratan pencalonan yang dapat diakses publik, kecuali ada alasan hukum kuat.

2.Standarisasi regulasi penyetaraan ijazah SM/SMA luar negeri

Saat ini regulasi penyetaraan sekolah menengah luar negeri kurang jelas (SM/SMA), sehingga perlu ada regulasi eksplisit mengenai bagaimana ijazah sekolah menengah luar negeri diakui dan diproses secara resmi di Indonesia.

3 Perkuat verifikasi di tingkat KPU / panitia pemilu

KPU harus memastikan bahwa dokumen pendidikan calon benar-benar sah dan sesuai dengan regulasi, menggunakan database resmi, bekerja sama dengan lembaga pendidikan, dan asesmen independen bila diperlukan.

4 Pendidikan publik mengenai standar pendidikan & regulasi

Edukasi kepada masyarakat agar paham bahwa lulus SMA / sederajat adalah persyaratan minimal, bahwa penyetaraan ijazah luar negeri bukan hal yang asing, dan bahwa dokumen pendukung seperti transkrip dan silabus bisa penting dalam verifikasi.

5.Revisi UU Pemilu atau peraturan pelaksana jika situasi menuntut

Jika publik dan legislator menyepakati bahwa standar pendidikan perlu dinaikkan (misalnya S1), maka perlu dilakukan perubahan undang-undang melalui DPR, bukan hanya desakan publik atau litigasi. MK sudah menolak perubahan melalui uji materi dalam kasus 87/PUU-XXIII/2025.

6.Penanganan sengketa hukum secara cepat dan terbuka

Bila ada gugatan, proses peradilan harus berjalan transparan, memungkinkan akses publik terhadap dokumen pendukung, dan memproses bukti secara adil.

-888-

10. Kesimpulan

Kasus kontroversi ijazah Wapres Gibran menyentuh beberapa dimensi penting: persyaratan hukum, mekanisme penyetaraan pendidikan, praktik administrasi pemerintahan, serta kepercayaan politik publik. Berdasarkan regulasi UU Pemilu dan putusan MK 87/PUU-XXIII/2025, syarat pendidikan minimal untuk calon presiden dan wakil presiden adalah tamat SMA atau sederajat, dan ini dianggap sah secara konstitusi. Sementara itu, terdapat prosedur resmi penyetaraan ijazah luar negeri dan dokumen SK penyetaraan yang jika memenuhi syarat, harus diakui.

Namun, transparansi dokumen, verifikasi publik, dan komunikasi dari pihak terkait belum cukup memuaskan masyarakat. Bila terbukti ada kekeliruan dalam dokumen atau prosedur, implikasinya cukup besar, termasuk potensi ketidakabsahan jabatan serta hilangnya kepercayaan publik.

Oleh karena itu perlu ada langkah-langkah sistematis agar standar pendidikan pejabat publik lebih jelas, verifikasi lebih ketat, regulasi penyetaraan dipertegas, dan dokumen pendukung calon pejabat tersedia secara transparan.

والله اعلم بالصواب

C24092025, Tabik 🙏

Daftar Pustaka :

1. UU Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

2. Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 87/PUU-XXIII/2025 tentang Uji Materi Syarat Pendidikan Capres dan Cawapres.

3. “Syarat capres-cawapres Pemilu 2024, Atur Umur hingga Pendidikan”, Kompas.com.

4. “MK Resmi Pertahankan Aturan Pendidikan Calon dan Wakil Presiden RI Minimal SMA”, IDN Citizen.

5. “Izin Penyetaraan Ijazah Luar Negeri dan Konversi IPK Bisa Online melalui SIPIKO”, Kementerian Agama.

6. “Kemendikbud Permudah Penyetaraan Ijazah Luar Negeri, Ini Alurnya”, Kompas.com.

7. “Hakim Konstitusi MK menolak seluruh permohonan uji materi…” Bisnis.com.

8. “Relevansi Syarat Pendidikan Minimal Calon Presiden dan Wakil Presiden Sebagai Tuntutan Perkembangan Zaman” – Journal of Studia Legalia.

9. “[HOAKS] Polisi Temukan Gudang Penyimpanan Ijazah Palsu Gibran”, Kompas.com.

10. “Bawa Ijazah Asli ke Kantor, Gibran Minta Isunya Tak Dibahas Lagi”, Kompas.com. No ratings yet.

Nilai Kualitas Konten